Namun, ketentuan tersebut telanjur ada di dalam UU ASN. Oleh karena itu, seni mengimplementasikan ketentuan UU itulah yang menjadi kunci.
Terkait dengan masalah tersebut, Sofian mengungkapkan, keberadaan tokoh-tokoh tersebut di dalam pansel tak hanya untuk menyeleksi pelamar melalui penilaian karya ilmiah atau mewawancarai.
Di beberapa tempat, anggota pansel juga menjadi pemburu orang-orang berkualitas di pemerintahan yang memenuhi kriteria untuk mengisi posisi JPT tertentu. Ini semata-mata supaya mereka yang melamar posisi JPT memang orang-orang yang berkualitas, bukan sekadar pencari kerja.
Selama sistem seleksi terbuka diterapkan, tambah Sofian, KASN melihat proses sudah berjalan baik. Sejumlah potensi untuk merusak tujuan mulia digelarnya seleksi terbuka berhasil ditangkal. Misalnya, masuknya kader partai menjadi anggota pansel di sejumlah pansel. "Kami tidak mau ada intervensi politik dalam pengisian JPT," katanya.
Menurut Eko Prasojo, sistem seleksi terbuka merupakan sistem baru di pemerintahan. Oleh karena itu, wajar jika masih banyak yang perlu dibenahi. Antara lain, perlunya pembuatan metode untuk mengukur kompetensi seseorang, baik dari aspek manajerial, sosiokultural, dan teknis. Selain itu, perlu juga ada kriteria siapa saja yang bisa masuk menjadi anggota pansel. (A Ponco Anggoro/Susana Rita)
* Artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Mei 2015 dengan judul "Kerjaan Baru Itu Bernama Pansel"