Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Kondensat, Bareskrim Anggap Sri Mulyani Tak Perlu Diperiksa

Kompas.com - 15/05/2015, 19:41 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Brigjen (Pol) Victor Edison Simanjuntak memastikan tidak memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam dugaan perkara korupsi penjualan kondensat bagian negara.

Victor mengatakan, tiap penjualan kondensat oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memang harus ada surat persetujuan dari Kementerian Keuangan. Di dalam surat itu ada klausul SKK Migas boleh menjual kondensat asalkan sesuai prosedur yang berlaku.

"Jadi sebenarnya (Sri Mulyani) enggak perlu diperiksa. Karena di bawah surat itu disebut bahwa penjualan boleh saja sepanjang ada prosedur yang berlaku," ujar Victor di kompleks Mabes Polri, Jumat (15/5/2015).

"Toh kalau nyatanya prosedur yang dimaksud itu tidak berjalan, yang bertanggung jawab ya tetap SKK Migas sebagai pengambil keputusan penjualan kondensat," ucap Victor.

Kendati demikian, Victor mengatakan bahwa sifat penyidikan selalu dinamis tergantung dari informasi yang berkembang. Oleh sebab itu, jika dalam pengembangan penyidikan ke depan arah perkara tersebut ke keterlibatan pejabat Kementerian Keuangan, penyidik akan tetap memeriksa pihak terkait.

"Semua dikembangkan berdasarkan informasi dokumen dan saksi karena tentu kami tidak mau kasus ini berhenti. Harus dikembangkan sampai sekecil-kecilnya," ujar Victor.

Sebelumnya, Bareskrim Polri diminta tak ragu memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait pengusutan dugaan perkara korupsi penjualan kondensat bagian negara. Hal itu disampaikan Direktur Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi. (Baca: Kasus TPPI, Bareskrim Didesak Periksa Mantan Menkeu Sri Mulyani)

"Sri Mulyani harus diperiksa dong atas persetujuan tersebut. Bareskrim jangan pilih kasih dalam penegakan hukum," ujar Ucok.

Sri Mulyani, kata Ucok, dianggap turut serta dalam pelanggaran dengan tetap memberikan persetujuan terhadap pembayaran tidak langsung melalui Surat Nomor S-85/MK.02/2009 tanggal 12 Februari dengan merujuk pada Surat Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas.

Persetujuan itu disampaikan kepada Direktur Utama TPPI lewat surat Nomor 011/BPC0000/2009/S2 tanggal 12 Januari 2009 tentang penunjukan PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara. Padahal, menurut Uchok, surat deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas tidak boleh dipakai sebagai landasan hukum atas persetujuan Kemenkeu ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com