Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Retorika Revolusi Mental

Kompas.com - 29/04/2015, 00:16 WIB


Oleh: Paulus Wirutomo

JAKARTA, KOMPAS - Revolusi mental pernah riuh bergaung dan menjadi daya pikat Joko Widodo dalam kampanye pemilihan presiden tahun lalu. Namun, hingga enam bulan pemerintahan, revolusi mental masih sekadar retorika.

Idealisme semacam ini memang rentan menjadi slogan belaka, apalagi dilontarkan saat kampanye. Walau begitu, sebenarnya sebagian masyarakat masih menunggu realisasinya.

Pemerintahan Jokowi sebenarnya juga berupaya tidak memperlakukan revolusi mental sekadar slogan. Sebagai bagian dari Nawacita, konsep dan strategi revolusi mental telah digodok di rumah transisi. Kehendak politik ditunjukkan dengan instruksi pada seluruh birokrasi pemerintah untuk melaksanakannya, dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan sebagai koordinator.

Kenyataannya, sampai sekarang tidak terasa gebrakan revolusi mental yang "menggairahkan" di masyarakat. Pemerintahan Jokowi agaknya telah kehilangan ciri atau karakter yang menjadi daya pikat rakyat. Padahal, revolusi mental telah menjadi "trademark" Jokowi.

Maka, pemerintahan sebaiknya kembali ke nilai-nilai yang diusung revolusi mental. Bukan membiarkan diri terombang-ambing hasutan politik.

Urutan terbawah

Dari berbagai survei yang mengukur kualitas bangsa, Indonesia selalu berada di urutan tertinggi. Dari kemacetan, polusi, hingga korupsi. Sebaliknya, dalam hal baik (negara teraman, terbersih, dan sebagainya) kita selalu berada di urutan bawah.

Semua perilaku buruk: tidak disiplin, mudah marah, tidak toleran, makin sering muncul. Itu artinya kita sedang mengalami degradasi karakter secara obyektif maupun subyektif.

Sekitar 300 pakar dan tokoh masyarakat yang diundang Kelompok Kerja Revolusi Mental di Rumah Transisi bersepakat bahwa bangsa kita memang membutuhkan suatu "revolusi mental". Memang ada yang cenderung menanggapi secara skeptis, tetapi banyak pula yang menerima ide ini sebagai sesuatu yang harus segera dilaksanakan. Mereka yakin bangsa kita juga bisa membangun karakter, seperti Jepang, Korea, dan Singapura.

Mereka juga yakin bahwa karakter adalah sesuatu yang bisa diubah, bukan ciri abadi suatu bangsa. Kita memang sudah terlambat dibandingkan negara lain, tetapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

Konsep revolusi mental

Para tokoh dan pakar bersepakat bahwa hakikat revolusi mental adalah "mengembangkan nilai-nilai". Agar perubahan revolusioner, nilai yang dikembangkan tidak boleh terlalu banyak dan harus bersifat "strategis-instrumental". Artinya bila dikembangkan bisa mengangkat kualitas dan daya saing bangsa secara keseluruhan.

Nilai-nilai itu tidak perlu disakralkan dan harus bersifat lintas agama agar tidak menyulut perdebatan antargolongan. Revolusi mental sebaiknya tidak menargetkan suatu moralitas privat, seperti kesalehan pribadi, kerajinan menjalankan ibadah, dan sebagainya, namun lebih diarahkan untuk membenahi moralitas publik, misalnya, disiplin di tempat umum, membayar pajak, tidak korupsi, tidak menghina apalagi menganiaya kelompok lain, dan lain lain. Moralitas privat memang penting, tetapi sebaiknya masuk ke ranah privat dan ranah agama. Revolusi mental cukup mengurus ranah publik.

Nilai pertama yang perlu dikembangkan adalah kewargaan, agar orang Indonesia tidak merasa hanya menjadi "penduduk" tetapi warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban. Ada keseimbangan antara peran pemerintah untuk hadir melayani dengan peran masyarakat madani yang taat hukum. Nilai kewargaan juga mencakup pengembangan identitas nasional.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com