Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eksekusi Akan Ganggu Kredibilitas Indonesia

Kompas.com - 27/04/2015, 06:50 WIB

KOMPAS.com — Pelaksanaan eksekusi mati sejumlah warga asing terpidana mati kasus narkoba di Nusakambangan dalam waktu dekat akan berimbas pada hubungan diplomatik Indonesia sekaligus mengganggu kredibilitas Indonesia di mata dunia internasional. Demikian menurut seorang pengamat.

Rafendi Djamin, Direktur Eksekutif Human Rights Working Group, berpendapat, Indonesia sulit menjadi panutan dalam hubungan Selatan-Selatan yang dicanangkan dalam Konferensi Asia Afrika di Jakarta dan Bandung.

Dia memberi contoh bahwa di Afrika telah muncul penyusunan protokol penghapusan hukuman mati.

"Mereka akan mengacu pada panutan-panutan hak asasi di dunia. Nah, seharusnya jika ingin menjadi motor yang kredibel dalam hubungan Selatan-Selatan, Indonesia mesti mengikuti semangat hak asasi manusia, termasuk penghapusan hukuman mati," kata Rafendi kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.

Pelaksanaan eksekusi dalam waktu dekat, menurut Rafendi, juga akan menyulitkan Indonesia dalam melakoni diplomasi dan advokasi demi membela WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri.

"Bagaimana Indonesia mau melakukan diplomasi kalau Indonesia sendiri melakukan hukuman mati?"

Hak negara

Soal argumentasi bahwa setiap negara punya kedaulatan untuk melaksanakan hukumnya, termasuk menerapkan hukuman mati, Rafendi mengamini.

"Persoalannya adalah apakah hukum tersebut sudah sesuai dengan prinsip hak asasi manusia mengingat Indonesia adalah peserta ICCPR atau Kovenan Internasional untuk Hak-hak Sipil dan Politik?"

Rafendi merujuk pada Pasal 6 ICCPR yang mengatur mengenai hak seseorang untuk mendapatkan pengadilan yang jujur, termasuk jika seseorang terancam hukuman mati.

"Untuk menghindari pencabutan nyawa yang tidak bisa dikembalikan lagi akibat salah hukum, harus ada pengadilan yang jujur dari mulai penangkapan. Misalnya, harus ada penerjemah yang kompeten, pengacara yang kredibel, dan lain-lain. Masalahnya, ini yang Indonesia banyak bolong-bolongnya," kata Rafendi.

Dampak diplomatik

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan, Indonesia akan menunggu kemungkinan timbulnya implikasi diplomatik terkait rencana eksekusi sejumlah terpidana warga negara asing dalam kasus narkotika.

"Kita akan lihat karena sekali lagi pada saat negara lain mengatakan bahwa akan ada impact dan sebagainya, Indonesia tidak bisa melakukan apa pun karena ini adalah hak mereka untuk menyampaikan apa pun," kata Retno Marsudi menjawab pertanyaan BBC Indonesia di sela-sela KTT ASEAN di Kuala Lumpur, Minggu (26/4/2015).

"Kita catat concern (kekhawatiran) mereka, tetapi kita juga meminta mereka agar paham mengenai situasi kedaruratan narkoba yang sedang ada di Indonesia dan mengenai pelaksanaan law enforcement (penegakan hukum) yang ada di Indonesia," ujarnya.

Pernyataan Menlu Retno Marsudi mengemuka setelah sejumlah pemimpin dunia memberi tekanan kepada Pemerintah Indonesia untuk membatalkan hukuman mati, termasuk Presiden Perancis Francois Hollande dan Sekjen PBB Ban Ki-moon.

Sebelum mengeksekusi sembilan terpidana mati kasus narkoba asal Perancis, Nigeria, Australia, dan Filipina, Indonesia telah terlebih dulu menghukum mati lima narapidana asal Malawi, Nigeria, Vietnam, Brasil, dan Belanda pada Januari lalu.

Akibat tindakan itu, Brasil dan Belanda menarik duta besar mereka dari Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com