Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vonis Hukuman Mati Mary Jane Dianggap Cacat Hukum, Mengapa?

Kompas.com - 26/04/2015, 17:50 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur LBH Jakarta Febionesta menyebutkan bahwa vonis hukuman mati pengadilan terhadap kurir narkotika Mary Jane Fiesta Veloso (warga negara Filipina), cacat hukum. Oleh sebab itu, Febionesta menganggap eksekusi mati Jane seharusnya batal demi hukum.

Salah satu kecacatan hukum dilihat dari ada mispersepsi antara hakim pengadilan perkara Jane dengan Jane sendiri. Febionesta mengungkapkan, dalam suatu waktu, hakim pernah bertanya kepada Jane, 'apakah Anda menyesal melakukan perbuatan tindak pidana?' Namun, Jane menjawab 'tidak'.

Febionesta berpendapat, jawaban itu sangat fatal bagi Jane dan menjadi salah satu dasar pertimbangan hakim untuk mengetuk palu eksekusi mati bagi Jane.

"Rupanya, setelah dikroscek, Mary Jane tidak mengerti pertanyaan hakim. Mary Jane taunya itu hakim bertanya, 'Anda bersalah atau tidak?' Tentu orang ditanya begitu, dia bilang, 'tidak' dong," ujar Febionesta saat acara diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/4/2015).

Febionesta mengatakan, kesalahan persepsi itu merupakan kesalahan penegak hukum yang tak dapat diterima. Sebab, KUHAP sudah menyatakan, tersangka atau narapidana warga negara asing wajib didampingi oleh kuasa hukum dan penerjemah bahasa asing.

"Mary Jane itu hanya menguasai bahasa Tagalog, sementara bahasa Inggrisnya tidak lancar. Harusnya hadirkan penerjemah dong. Maka tidak aneh jika Mary Jane memberikan keterangan yang memberatkan dirinya," ujar Febionesta.

Febionesta mengatakan, fakta hukum yang terjadi dalam proses dakwaan Jane bukanlah fakta hukum yang sebenarnya. Oleh sebab itu, putusan vonis hukuman mati kepada Jane pun dianggap cacat lantaran diproduksi melalui proses yang cacat pula. Febionesta mendesak Presiden Joko Widodo membatalkan eksekusi mati terhadap Jane.

"Kecacatan proses hukum ini juga terjadi di beberapa terpidana mati. Ini sesuai hasil dari penelitian kami. Oleh sebab itu kami minta semua eksekusi mati dibatalkan," ujar Febionesta.

Kejagung telah merilis 10 terpidana kasus narkoba yang akan segera dieksekusi, yakni Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), dan Zainal Abidin (Indonesia).

Selain itu, Serge Areski Atlaoui (Prancis), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina). Belum diketahui pasti waktu eksekusi mati mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com