Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menunggu KPK "Bekerja" Lagi seperti Sedia Kala

Kompas.com - 13/04/2015, 15:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Tak seperti biasanya, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mangkir dari panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi. Biasanya Jero selalu hadir dalam panggilan pemeriksaan, baik sebagai tersangka maupun saksi.

Pada 9 Oktober 2014, saat diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi untuk sejumlah kegiatan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero hadir dan sempat memberikan pernyataan panjang lebar kepada wartawan seusai pemeriksaan.

Dia juga beberapa kali hadir sebagai saksi untuk kasus dugaan korupsi terkait kegiatan di Kementerian ESDM dengan tersangka mantan anak buahnya, eks Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno. Sebelum itu, Jero juga tercatat selalu hadir saat dipanggil sebagai saksi untuk kasus korupsi di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Tugas Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Namun, kali ini sudah dua kali berturut-turut panggilan pemeriksaan KPK tak diacuhkan Jero. Dia mangkir dari panggilan pemeriksaan sebagai tersangka dengan alasan telah mengajukan permohonan praperadilan.

Jero hanya satu dari beberapa tersangka KPK yang mulai "bandel" karena enggan hadir untuk diperiksa dengan alasan tengah mengajukan permohonan praperadilan. "Ketidakhadiran Pak Jero atas panggilan pertama ataupun kedua, alasan yang kami ajukan konsisten, yaitu tengah mengajukan proses praperadilan. Lebih-lebih PN Jakarta Selatan telah mengirim surat panggilan untuk persidangan pada 13 April 2015. Jadi, tidak ada alasan khusus," ujar pengacara Jero, Sugiyono.

Tersangka kasus korupsi lain di KPK yang juga dua kali mangkir dalam panggilan pemeriksaan sebagai tersangka dengan alasan sama adalah mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo. Tersangka kasus dugaan korupsi pemberian keringanan pajak untuk PT Bank Central Asia Tbk ini enggan hadir dalam panggilan pemeriksaan KPK dengan alasan proses praperadilan.

Jero dan Hadi merupakan tersangka KPK yang percaya efek praperadilan bisa mengubah nasibnya. Apalagi putusan praperadilan yang diajukan bekas calon Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan dikabulkan pengadilan. Hakim tunggal PN Jakarta Selatan Sarpin Rizaldi yang mengadili permohonan praperadilan Budi Gunawan menyatakan penetapan tersangka oleh KPK terhadap Kepala Lembaga Pendidikan dan Latihan Polri itu tidak sah.

Ini pertama kalinya penetapan tersangka KPK dinyatakan tak sah oleh pengadilan. Tak hanya kalah oleh putusan praperadilan, kasus Budi Gunawan juga membuat KPK kembali berkonflik dengan Polri. Dua unsur pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, dijadikan tersangka oleh Polri. Sejumlah pegawai KPK dipanggil untuk diperiksa Bareskrim Polri. Singkat kata, kasus Budi Gunawan melumpuhkan KPK.

Celah

Kondisi inilah yang lalu membuat sejumlah tersangka di KPK seperti melihat ada celah untuk melawan lembaga yang sepanjang berdirinya selalu berhasil membawa terdakwa kasus korupsi dihukum pengadilan. Mereka mengajukan praperadilan, mengikuti langkah Budi.

Perlawanan juga dilakukan dengan tak lagi acuh pada panggilan pemeriksaan. Di kasus Budi Gunawan, saksi-saksi tak mau hadir. Sekarang, tersangka korupsi yang menolak hadir dengan alasan mengajukan praperadilan.

Mereka percaya, jika pada kasus Budi Gunawan praperadilan bisa menyatakan penetapan tersangka oleh KPK tidak sah, demikian pula dalam kasus mereka. Menurut pengacara Hadi, Yanuar Wasesa, permohonan praperadilan oleh kliennya karena penetapan status tersangka oleh KPK dinilai tak tepat.

Lain lagi dengan tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, yang pengajuan praperadilannya dikandaskan hakim. Menurut pengacara Suryadharma, Humprey Djemat, hakim tidak berani memenangkan kliennya. "Fakta persidangan (praperadilan) mengungkapkan banyak kejanggalan dalam proses penyidikannya. KPK beruntung karena hakim tidak berani mengabulkan permohonan praperadilan," kata Humprey yang kliennya kini telah mendekam di tahanan KPK.

Alasan praperadilan yang membuat para tersangka berani mangkir ini rupanya telah membuat KPK mulai tegas setelah "loyo" diserang dalam kasus Budi Gunawan. Dimulai dengan ditahannya Suryadharma pada Jumat lalu atau hanya dua hari setelah permohonan praperadilannya ditolak hakim. Sekarang, KPK mulai mengancam akan menjemput paksa tersangka yang mangkir dari panggilan pemeriksaan.

Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi SP menyatakan, praperadilan sama sekali tak menghentikan proses penyidikan perkara sehingga tersangka seharusnya hadir dalam panggilan pemeriksaan KPK.

Saat Jero mangkir pada pemeriksaan Senin pekan lalu, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha menyatakan, penyidik menganggap alasan politikus Partai Demokrat itu sedang mengajukan praperadilan sebagai hal tidak wajar.

KPK pun tak mau pekerjaan mereka terhambat alasan-alasan yang sebenarnya tak merintangi mereka menuntaskan penyidikan, termasuk menahan para tersangka.

Johan mengatakan, KPK harus kembali "bekerja" seperti sedia kala. Apabila ada tersangka yang mangkir dengan panggilan pemeriksaan sampai dua kali berturut-turut tanpa alasan yang dibenarkan secara hukum, pada panggilan ketiga KPK akan memanggil paksa mereka.

Kali ini KPK tak perlu menunggu praperadilan selesai untuk menahan tersangka seperti dalam kasus Suryadharma. "Apabila pada panggilan berikutnya JW (Jero Wacik) atau HP (Hadi Poernomo) tak hadir tanpa alasan yang dibenarkan hukum, ya, kami akan jemput paksa," katanya. (KHAERUDIN)

* Artikel ini sebelumnya tayang di Harian Kompas edisi Senin (13/4/2015).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Nasional
Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Nasional
Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Nasional
Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Nasional
DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi 'Online' ke MKD

DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi "Online" ke MKD

Nasional
Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Nasional
PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Nasional
BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

Nasional
Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Nasional
Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi 'Online'

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi "Online"

Nasional
Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com