Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/04/2015, 08:48 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memanggil mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali, untuk diperiksa sebagai tersangka, Jumat (10/4/2015). Suryadharma akan diperiksa terkait kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013.

"SDA akan diperiksa sebagai tersangka," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha, Jumat (10/4/2015).

Sebelumnya, kuasa hukum Suryadharma, Humphrey Djemat, mengatakan, kliennya siap memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka. Namun, ia masih mempermasalahkan penetapan Suryadharma sebagai tersangka dan jumlah kerugian negara yang belum selesai dihitung KPK dalam kasus tersebut.

Humphrey mengatakan, penyidik telah semena-mena menjadikan Suryadharma tersangka meski belum diketahui besaran kerugian negara.

"Bahkan, katanya SDA bisa ditahan walau pun belum ada perhitungan kerugian negaranya. Ingat ini katanya kasus korupsi Rp 1,8 triliun, bukan kasus maling ayam," kata Humphrey.

Pimpinan sementara KPK Johan Budi mengatakan, penetapan tersangka dengan motif penyalahgunaan wewenang sudah disertai dengan potensi kerugian negara. Johan mengatakan, meski belum final, total kerugian negara dalam kasus haji itu tengah dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Pada pemanggilan pertama sebagai tersangka, Suryadharma melayangkan surat keterangan sakit kepada KPK. Pekan berikutnya, ia kembali tidak memenuhi panggilan penyidik KPK dengan dalih tengah menunggu proses praperadilan. Namun, Hakim Tati Hadiati menolak semua gugatan praperadilan yang diajukan Suryadharma Ali terhadap KPK.

Hakim memutuskan bahwa penetapan tersangka Suryadharma oleh KPK bukan merupakan upaya paksa seperti yang didalilkan pengacara pemohon.

Johan mengatakan, jika Suryadharma kembali enggan diperiksa, KPK dapat melakukan upaya paksa. Bahkan, Johan membuka kemungkinan Suryadharma akan langsung ditahan jika tidak mau kooperatif dengan KPK.

"Penahanan tergantung subjektivitas penyidik. Bisa melarikan diri, mengulangi perbuatan yang sama, menghilangkan barang bukti, atau bisa mempengaruhi saksi-saksi," kata Johan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Nasional
Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Nasional
Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Nasional
Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Nasional
Soal RUU Penyiaran, Setara Institute: DPR dan Pemerintah Harus Perluas Partisipasi Publik

Soal RUU Penyiaran, Setara Institute: DPR dan Pemerintah Harus Perluas Partisipasi Publik

Nasional
PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

Nasional
Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Nasional
Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Nasional
Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nasional
PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

Nasional
Risma Relokasi 2 Posko Pengungsian Banjir Lahar Dingin di Sumbar yang Berada di Zona Merah

Risma Relokasi 2 Posko Pengungsian Banjir Lahar Dingin di Sumbar yang Berada di Zona Merah

Nasional
Ahok Masuk Bursa Bacagub Sumut, PDI-P: Prosesnya Masih Panjang

Ahok Masuk Bursa Bacagub Sumut, PDI-P: Prosesnya Masih Panjang

Nasional
Bantah PDI-P soal Jokowi Menyibukkan Diri, Ali Ngabalin: Jadwal Padat, Jangan Gitu Cara Ngomongnya...

Bantah PDI-P soal Jokowi Menyibukkan Diri, Ali Ngabalin: Jadwal Padat, Jangan Gitu Cara Ngomongnya...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com