Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi VII DPR Minta Pemerintah Evaluasi Kenaikan Harga BBM

Kompas.com - 31/03/2015, 03:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM mempertimbangkan kembali kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM sebesar Rp500 pada 28 Maret 2015.

"Kami meminta pada pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan menaikkan harga BBM karena hal tersebut jelas tidak pro rakyat," kata Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika dalam Rapat Kerja dengan Kementerian ESDM, di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, Senin (30/3/2015) malam.

Menurut Kardaya, di samping "timing" (pemilihan waktu) pelaksanaan kebijaksanaan tidak tepat karena bersamaan dengan naiknya tarif listrik dan harga barang pokok, pemerintah juga perlu menjelaskan dan menyosialisasikan secara masif tentang mekanisme atau skema pengalihan subsidi dari sektor konsumtif (BBM) ke sektor produktif (infrastruktur, kesehatan, pendidikan).

"Yang paling penting pemerintah juga harus menjelaskan pada masyarakat tentang selisih antara harga keekonomian dengan harga jual premium karena subsidi BBM jenis premium tidak dialokasikan dalam APBN-P 2015," ujarnya.

Tinjau kembali perpres penetapan harga BBM

Selain itu, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Gerindra Kurtubi menuturkan meminta pada pemerintah agar meninjau kembali Perpres Nomor 191 Tahun 2014 yang mengatur tentang periodesasi penetapan harga BBM yaitu bahwa waktu penetapan harga dapat dilakukan setiap satu bulan atau apabila dianggap perlu lebih dari satu kali, dengan memperhitungkan perkembangan harga minyak, kurs, dan sektor riil.

"Sebaiknya dilakukan setiap setahun sekali karena frekuensi (penetapan harga BBM) yang terlalu sering akan menimbulkan 'kegaduhan' dari masyarakat," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W Yudha mendesak Menteri ESDM agar segera melakukan koordinasi dengan menteri-menteri terkait untuk mengendalikan harga bahan pokok dan ongkos transportasi umum dari dampak kenaikan BBM.

"Ini menurut saya akan jadi pekerjaan rumah (PR) Kementerian ESDM untuk meyakinkan teman-teman kementerian lain di kabinet Jokowi bahwa kebijakan menaikkan harga BBM harus diikuti dengan pengendalian dampak yang terjadi di sektor riil," katanya.

Komisi VII DPR juga meminta Menteri ESDM agar menyampaikan usulan kepada Menteri Keuangan untuk menghapuskan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk BBM dan elpiji bersubsidi.

"Dalam harga jual BBM bersubsidi yaitu premium khusus penugasan dan solar, terdapat komponen PPN 10 persen dari harga dasar. Kalau pemerintah pro rakyat seharusnya PPN ini dihilangkan," tutur Satya.

Dipicu kenaikan ICP

Dalam rapat itu Menteri ESDM Sudirman Said menjelaskan bahwa kenaikan harga BBM dipicu naiknya harga minyak mentah atau Indonesian Crude Price (ICP) dari 45,3 dolar per barel menjadi 53,76 dolar per barel pada Januari hingga Maret 2015.

Selain itu faktor lain yang mempengaruhi naiknya harga BBM yaitu melemahnya kurs rupiah dari asumsi semula Rp12.500 menjadi Rp13.021 per dolar pada 30 Maret 2015.

Karena kedua faktor tersebut, harga keekonomian premium, solar, dan BBM jenis lain mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu Rp7.900 dari semula Rp6.900 per liter untuk premium dan Rp7.900 dari semula Rp6.900 per liter untuk solar.

"Tapi untuk melindungi sektor riil kami lakukan penyesuaian sehingga harga premium (penugasan) kami putuskan Rp7.300 dan solar Rp6.900," ujarnya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com