Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam Sebulan, Empat Tersangka KPK Ikuti Jejak Budi Gunawan Ajukan Praperadilan

Kompas.com - 20/03/2015, 08:50 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Sekitar awal Februari 2015, Komisaris Jenderal Budi Gunawan melayangkan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi atas penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi. Setelah seminggu menjalani proses persidangan, pada 16 Februari lalu, hakim Sarpin Rizaldi memutuskan memenangkan gugatan Budi. 

Putusan Sarpin menyatakan, penetapan Budi sebagai tersangka dianggap tidak sah dan KPK tidak berhak melakukan penyidikan. Padahal, Pasal 77 UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana mengatur bahwa pengadilan berwenang memutuskan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan. 

Sementara itu, yang digugat Budi adalah status tersangka, yang tidak termasuk dalam obyek praperadilan. 

Suryadharma Ali

Putusan Sarpin tersebut dianggap sebagai celah untuk menghapus status hukum oleh mantan Menteri Agama Suryadharma Ali. Suryadharma merupakan tersangka kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan haji di Kementerian Agama tahun 2012-2013. 

Pada 23 Februari 2015, tim kuasa hukum Suryadharma mengajukan permohonan praperadilan di PN Jakarta Selatan. Menurut kuasa hukum Suryadharma, Humphrey Djemat, penyidik belum memiliki bukti dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka. Ia lantas menjadikan putusan praperadilan Budi sebagai "patokan" untuk menggugat status tersangka ke proses praperadilan. 

"Hal itu terkait fakta, aturan hukum, serta sejumlah putusan pengadilan negeri bahwa penetapan tersangka sebagai dasar gugatan praperadilan adalah bagian dari obyek praperadilan," kata Humphrey. 

Sutan Bhatoegana

Tak lama berselang, mantan Ketua Komisi VII DPR RI Sutan Bhatoegana ikut mengajukan permohonan praperadilan pada 26 Februari 2015. KPK menjerat Sutan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dalam penetapan APBN Perubahan Kementerian ESDM di Komisi VII DPR RI dan telah melakukan penahanan terhadapnya. Sutan diwakili oleh Razman Arif Nasution yang mengaku sebagai kuasa hukum yang ditunjuk Sutan dalam praperadilan. Razman juga menjadi kuasa hukum Budi saat sidang praperadilan. 

Demi menghormati proses praperadilan, Razman meminta KPK membebaskan Sutan dan menghentikan penyidikannya, termasuk untuk tidak memanggil para saksi selama proses praperadilan sama seperti yang dilakukan KPK terhadap Budi Gunawan. Menurut Razman, saat Budi mengajukan praperadilan, pemanggilan Budi dan para saksi dalam kasus tersebut dihentikan. 

"Jadi, Pak Sutan pun sama. Kalau BG tidak dipanggil, Sutan pun jangan dipanggil," kata Razman. 

Hadi Poernomo

Pada 16 Maret 2015, giliran mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo yang menggugat KPK melalui praperadilan. Melalui kuasa hukumnya, Yanuar Wasesa, Hadi menilai, KPK tidak berwenang menyelidiki kewenangannya sebagai Dirjen Pajak dalam menerima atau menolak keberatan wajib pajak. Hal tersebut, kata Yanuar, diatur dalam Pasal 25 dan 26 UU Nomor 99 Tahun 1994 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (UU KPP). 

Lagi pula, menurut Yanuar, putusan menerima keberatan pajak PT BCA tahun 1999 bukan ranah tipikor. Hal tersebut, kata dia, diatur dalam Pasal 14 UU Tipikor bahwa pelanggaran UU perpajakan masuk ke ranah tipikor jika ada uang timbal balik dari pelanggar pajak. 

"Ini tidak ada. Ketua KPK dulu Abraham Samad kira-kira itu ngomong, KPK tidak bisa (menangani) kecuali ada feedback. Menerima keberatan pajak itu kan bukan kebijakan, tetapi kewenangan," kata Yanuar.

Suroso Atmo Martoyo

Terakhir, mantan Direktur Pengolahan Pertamina Suroso Atmo Martoyo juga melayangkan gugatannya ke PN Jakarta Selatan. Suroso merupakan tersangka kasus dugaan suap pengadaan zat tambahan bahan bakar, tetraethyl lead (TEL) Pertamina tahun 2004-2005. 

Kepala Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna mengatakan, pihaknya telah menjadwalkan sidang praperadilan atas gugatan keempat tersangka tersebut. Sidang praperadilan Suryadharma Ali dijadwalkan pada 30 Maret 2015 dengan hakim Tati. 

Sidang Sutan Bhatoegana dijadwalkan pada 23 Maret 2015 dengan hakim Saidi Sembiring. Sementara itu, jadwal sidang Hadi Poernomo dilakukan pada 30 Maret 2015 dengan hakim Bachtiar Jubri Nasution. Untuk sidang Suroso Atmo Martoyo, PN Jakarta Selatan menjadwalkannya pada 30 Maret 2015.

Menanggapi banyaknya gugatan praperadilan dari tersangka, KPK mengaku siap menghadapinya. Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan, KPK telah mempersiapkan tim hukum untuk maju dalam sidang praperadilan.

"KPK telah memiliki tim yang ada di biro hukum untuk menghadapi itu. Telah disiapkan argumentasi-argumentasi untuk menjawab gugatan di praperadilan," ujar Priharsa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com