Venezuela beruntung punya Chavez yang tegas. Indonesia pun harus bangga punya pemimpin pemberani, seperti Soekarno. Mereka adalah figur pemimpin transformatif yang bertakhta di hati rakyat, pemimpin yang energik, berani ambil risiko, optimistis, empatik, dan persuasif. Pemimpin transformatif membangkitkan harapan, juga berupaya mengatasi masalah, rasa takut, frustrasi, dan kegundahan yang melanda rakyat.
Bung Karno berpenampilan perlente, tetapi hati, pikiran, dan tindakannya ditujukan untuk rakyat. Sebagai pemimpin besar revolusi, Bung Karno tidak hanya memerdekakan, tetapi juga memberdayakan, bukan memperdayai rakyat. Ia patut menjadi contoh pemimpin yang konsisten dalam visi dan aksi, antara mimpi besar dan kerja nyata.
Semboyan "Go to hell with your aid!," "Ganyang Malaysia!" menjadi wujud keberanian dalam melawan intervensi asing demi tegaknya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konferensi Asia-Afrika 1955 yang melahirkan Dasa Sila Bandung menjadi tonggak sejarah peran serta bangsa-bangsa terjajah dalam mewujudkan perdamaian dan kerja sama dunia.
Kepemimpinan modern dihadapkan pada konteks dan tantangan yang dinamis. Namun, kinerja pemimpin tetap menjadi denyut nadi maju-mundur, hidup-mati institusi yang dipimpinnya. Seperti kata Napoleon, a leader is a dealer in hope. Pemimpin modern harus mendorong masyarakat dalam menciptakan tujuan, memperkuat kohesi sosial, menyediakan tatanan sekaligus memobilisasi kerja kolektif secara efektif.
Di era demokrasi rakyat dituntut aktif berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan. Kepercayaan publik juga menjadi keniscayaan.
Tak ada pemimpin yang sempurna dan sejarah telah menjadi laboratorium yang tidak sempurna. Angin dan badai selalu mengarungi nasib pemimpin, seperti dialami Chavez dan Soekarno. Mereka terbukti menjadi sosok pemimpin yang dirindukan bukan semata-mata karena jabatan, melainkan lebih pada apa yang telah mereka lakukan.
Jokowi pun akan dikenang rakyat tidak saja karena ia seorang wali kota, gubernur, atau presiden, tetapi dari apa yang telah ia perbuat!
Imam Cahyono
Warga Muhammadiyah; Peneliti Maarif Institute for Culture and Humanity