Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/03/2015, 18:29 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis anti-korupsi Refly Harun mengaku prihatin dengan kondisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini. Menurut Refly, KPK tengah dilemahkan oleh semua elite yang ada di republik ini. Hanya Presiden Joko Widodo yang bisa mengembalikan kekuatan KPK itu.

"Ada konspirasi besar untuk melemahkan KPK, yang dilakukan oleh semua elite di republik ini. Sebenarnya kuncinya bukan di KPK sendiri, karena KPK tidak akan punya kekuatan, tapi tetap kuncinya di leadership Presiden," kata Refly saat dihubungi, Selasa (3/3/2015).

Pakar hukum tata negara dari Universitas Indonesia itu mengungkapkan masyarakat Indonesia saat ini sangat berharap agar Presiden Jokowi bisa menghentikan kriminalisasi yang terjadi pada KPK. Alasan Presiden dengan dalih tidak ingin intervensi hukum, kata Refly, tidak tepat.

"Kalau ada penegak hukum yang sewenang-wenang itu harus dipersoalkan, bukan dibiarkan. Presiden memang tidak boleh intervensi hukum pada kondisi normal, tapi sekarang tidak normal," ucap dia.

Indikasi pelemahan

Refly berharap agar ada aksi nyata dari Presiden secepatnya karena KPK harus segera diselamatkan. Sejumlah tanda yang memperlihatkan lembaga itu tengah dilemahkan sudah terlihat.

Tanpa menyebutkan identitas, Refly menyebut adanya pimpinan KPK yang memang sejak awal tak berniat melanjutkan kasus Komjen Budi Gunawan. Sehingga, KPK pun memutuskan untuk menyerahkan kasus itu kepada kejaksaan yang ternyata berniat mengembalikannya lagi kepada kepolisian. (Baca: Di Hadapan Ruki, Pegawai KPK Teriak Ada "Hantu" yang Takut Bareskrim)

Selain itu, putusan Hakim Sarpin Rizaldi yang membatalkan status tersangka Budi juga dianggap pangkal dari masalah yang timbul di KPK kemudian hari. Pasalnya, putusan Sarpin dianggap melampaui wewenang praperadilan karena sudah menyatakan KPK tidak berhak memeriksa Budi. Padahal, materi itu masuk dalam materi sidang tindak pidana korupsi.

Putusan Hakim Sarpin, lanjut Refly, juga akan membuat banyak tersangka mengajukan gugatan praperadilan dan bisa saja status mereka dibatalkan menilik apa yang terjadi kepada Budi Gunawan. (Baca: Ingin Efektif, Jaksa Agung Akan Limpahkan Kasus BG ke Polri)

Persoalan lain yang menggerogoti KPK adalah kasus hukum yang menjerat Abraham Samad dan Bambang Widjojanto yang tak kunjung usai. Polri bahkan semakin luas menyentuh para penyidik KPK seperti Novel Baswedan yang kasus lamanya kembali diungkit.

Refly melihat Presiden Jokowi bisa saja menggunakan tim independen untuk mencari fakta dan memberikan rekomendasi yang komprehensif. Dari situ, Jokowi bisa mengambil sikap.

"Polri bisa saja diminta audit internal, lakukan gelar perkara, kalau memang tak ada bukti ya SP3. Kalau sudah ke kejaksaan, ya jaksa diminta deponeering. Yang penting sekarang Presiden perlu bersikap sebagai Kepala Negara. Ini sudah menyangkut masalah penegakan hukum yang telah dilemahkan," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 Suplier Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 Suplier Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com