"Grasi adalah hak prerogatif yang tidak bisa dihalangi. Namanya hak prerogatif, hak yang melekat pada Presiden, jadi rasanya PTUN pun tidak bisa begitu," kata Prasetyo, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/2/2015).
Prasetyo menekankan, pernyataannya tak bermaksud mendahului putusan pengadilan. Akan tetapi, kata Prasetyo, melihat pernyataan yang pernah dilontarkan Presiden, grasi tak akan diberikan untuk terpidana kasus narkoba.
"Grasi itu proses hukum istimewa. Saya tak bisa menyatakan bisa atau tidak, ya tapi hak prerogatif. Presiden sudah katakan tak dikabulkan," ujarnya.
Saat ditanya kapan terpidana Bali Nine akan dieksekusi, Prasetyo belum dapat memastikannya. Namun, ia menyebutkan, lokasi eksekusi kemungkinan besar akan dilakukan di Nusa Kambangan, Jawa Tengah.
"Sudah berulangkali saya katakan, waktunya belum. Lokasi nanti Insya Allah di Nusa Kambangan," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, dua terpidana mati "Bali Nine", Myuran Sukumaran dan Andrew Chan akan mengajukan gugatan ke PTUN atas keputusan Presiden Jokowi menolak permohonan grasi mereka. Hal itu disampaikan pengacara kedua terpidana mati, Todung Mulya Lubis, dalam wawancara dengan ABC. Gugatan itu rencananya akan didaftarkan pekan ini.
Sukumaran dan Chan, divonis sebagai otak percobaan penyelundupan heroin dari Bali ke Australia, telah ditolak permohonan grasinya oleh Presiden Jokowi. Menurut Todung Mulya Lubis, tidak ada peluang lagi untuk menyelamatkan kliennya selain mengajukan gugatan ke PTUN atas keputusan penolakan grasi tersebut. Upaya menggugat keputusan grasi presiden ke PTUN selama ini, tidak banyak dilakukan oleh para terpidana mati yang permohonannya ditolak presiden.
"Kami telah melakukan hampir semuanya dan sekarang kami akan mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.