Pesan yang sama juga sempat beredar pada petang kemarin. Isi pesan Syafii tersebut, "Barusan Presiden telp saya: BG tdk akan dilantik, cari wkt yg tepat."
Jimly membenarkan bahwa ia juga menerima pesan tersebut dari Syafii. "Itu benar. Secara substansi, tidak ada yang baru, hanya komunikasi politik saja," kata Jimly, saat dihubungi, Rabu (4/2/2015) pagi.
"Hanya soal waktu saja," kata Jimly.
Sementara itu, Istana belum satu suara terkait kelanjutan pencalonan Budi. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah akan taat pada asas hukum dalam menyikapi situasi politik yang berkembang menyusul penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK.
"Artinya, pemerintah akan tetap menunggu hasil praperadilan yang kini berlangsung. Melantik salah, tidak melantik salah juga. Akhirnya, kita putuskan saja taat pada asas hukum," ujar Kalla, seperti dikutip dari harian Kompas, 4 Februari 2015.
Menurut Kalla, pemerintah tidak mau salah langkah dalam kasus ini. "Langkah terbaik, kembali ke asas hukum saja," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, posisi Presiden tidak mudah dalam kasus Budi. Presiden menghadapi realitas politik bahwa Budi lolos uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Namun, realitas lain, yang bersangkutan berstatus tersangka.
"Dua dilema ini tidak mudah diselesaikan karena itu memang harus dicarikan solusinya," kata Pratikno.
Menurut Budi, akan lebih baik jika Budi mengundurkan diri. "Tentu saja sangat indah jika Pak BG (Budi Gunawan) mundur. Itu (mundurnya Budi) bisa menyelesaikan persoalan. Namun, jika tidak mundur, berarti dilema antara persoalan politik dan hukum masih perlu waktu penyelesaian," ujar Pratikno.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.