Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Senja Kala Bulan Madu Jokowi-"Netizen"

Kompas.com - 30/01/2015, 22:07 WIB

Jika dibagi dalam tiga bulan, pada bulan pertama jumlah percakapan Jokowi tertinggi, mencapai 2,3 juta di berbagai kanal. Penghargaan netizen terhadap Jokowi dengan sentimen positif sebenarnya mudah ditebak dan Jokowi menyadari potensi ini.

Misalnya, kata Yustina, tiga hari jelang dilantik, Jokowi mengunjungi Prabowo Subianto pada 17 Oktober 2014 saat ulang tahun Prabowo. "Ini mengundang simpati, termasuk dari pendukung Prabowo dan berdampak positif buat Jokowi. Favorabilitas (sentimen positif lebih tinggi dari negatif) terhadap Jokowi saat itu meningkat di media sosial," kata Yustina.

Antusiasme masih meningkat saat pelantikan menteri, 27 Oktober 2014. Namun, sentimen negatif tumbuh ketika dia tetap melantik nama-nama yang mendapat "rapor merah" KPK.

Saat Jokowi mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak, 17 November 2014, sentimen negatif menguat. Tagar bersentimen negatif mulai menjadi topik tren Twitter, seperti #SalamGigitJari. "Namun, sentimen masih netral (51 persen), positifnya pun masih lebih tinggi, yakni 26 persen dari negatifnya yang 22 persen," kata Yustina.

Pada bulan kedua, periode 17 November hingga 17 Desember 2014, popularitas Jokowi turun hingga 50 persen dibandingkan dengan bulan pertama. Percakapan tentang Jokowi hanya 1,1 juta di berbagai kanal. Awesometrics mencatat, pada 21 November 2014, Jokowi mengangkat HM Prasetyo, anggota DPR dari Partai Nasdem, sebagai Jaksa Agung.

Pengangkatan Prasetyo memperburuk reputasi Jokowi. Aktivis Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, dalam kicauannya di Twitter menilai, pemilihan Prasetyo merupakan titipan partai sehingga kejaksaan rawan diintervensi.

Itulah awal mengkristalnya kekesalan netizen terhadap Jokowi. Tinggal menunggu momentum buruk, Jokowi bisa kehilangan kepercayaan pada bulan berikutnya. Tepatnya bulan ketiga 17 Desember 2014-17 Januari 2015, popularitas Jokowi merosot tajam dengan jumlah percakapan hanya 773.046 dari berbagai kanal.

Kebijakan Jokowi yang memilih Budi Gunawan sebagai calon kepala Polri dianggap netizen sebagai pilihan sadar hingga semakin mengikis reputasi dan sentimen positif atas dirinya di media sosial.

Netizen marah kepada Jokowi yang dilampiaskan dengan gerakan #SaveKPK dan juga petisi daring di www.change.org/bebaskanbw.

"Dulu Jokowi adalah kita. Sekarang jika Jokowi tetap melantik tersangka korupsi sebagai Kapolri, maka Jokowi adalah mereka," kata Denny JA dengan akun @dennyJA_World.

"Ini komitmen kita untuk menarik dukungan setelah pilpres dan membentuk parlemen jalanan," kata Marzuki Mohamad, pemilik akun @killthedj yang dikutip akun @jejakpelamun. Penggiat media sosial Ulin Yusron, Denny JA, dan Marzuki "Kill the DJ" adalah beberapa contoh pendukung Jokowi yang kini mengkritik keras Jokowi.

Abdee Negara, sukarelawan konser "Salam 2 Jari", bersama rekan-rekannya memprotes Jokowi karena pengangkatan Budi Gunawan. Abdee juga mengirimkan tagar #SaveKPK dari akun @AbdeeNegara. Namun, karena dia masih sakit, gerakan memprotes situasi terakhir belum tampak signifikan dari seorang Abdee "Slank".

Rekan Abdee, Melanie Subono, dengan akun @melaniesubono, lebih dulu meluapkan kemarahan. "Menanti seorang presiden bertindak sebagai presiden. Penangkapan (Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Polri) ini adalah upaya mendelegitimasi kewenangan KPK dalam mengusut kasus Budi Gunawan," kata Melanie terkait penangkapan dan penetapan Bambang Widjojanto sebagai tersangka pada Jumat (23/1/2015) lalu.

Situasi politik saat ini mungkin jauh lebih rumit bagi Jokowi. Namun, bagi para netizen, jauh lebih mudah mengidentifikasi siapa lawan siapa kawan.

Saat pemilu presiden lalu "Jokowi adalah kita" menjadi slogan amat terkenal. Kini, agaknya Jokowi perlu lebih tegas memilih antara "mereka" dan "kita".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com