JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul menilai, semua pihak seharusnya tidak menyalahkan Presiden Joko Widodo mengenai penundaan pelantikan Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Budi Gunawan menjadi Kepala Polri.
Menurut Ruhut, keputusan penundaan pelantikan itu sudah sangat baik mengingat status Budi yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Ini bagus (penundaan) sudah kembali ke jalan yang benar, yang penting kita jaga kualitas komunikasi. Peristiwa (penundaan) ini ambil hikmahnya. Di mata kami, ya baik," kata Ruhut di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/1/2015).
Jika Presiden memang enggan mendengarkan keinginan masyarakat, kata Ruhut, maka dia bisa saja langsung melantik Budi setelah disetujui DPR sebagai calon Kapolri. Namun, lanjut Ruhut, Jokowi mendengarkan suara yang berkembang di masyarakat dan secara berani menunda pelantikan Budi.
"Karena belum pernah terjadi (penundaan pelantikan Kapolri) semenjak Indonesia berdiri. Saya mohon jangan saling menyalahkan (Presiden). Ini kan berawal dari kami kenapa pecah kongsi. Ini dimanfaatkan," ujar Ruhut.
Presiden Jokowi memutuskan menunda melantik Budi Gunawan sebagai kepala Polri. Keputusan itu diberikan meski Budi telah melalui semua tahapan untuk menduduki jabatan tersebut, termasuk telah mendapat persetujuan dari DPR. Penundaan dilakukan karena Budi sedang menjalani proses hukum setelah menjadi tersangka kasus korupsi oleh KPK.
Presiden sudah memberhentikan dengan hormat Sutarman dari jabatannya sebagai Kapolri. Badrodin Haiti yang sebelumnya adalah Wakil Kepala Polri lalu diangkat menjadi Pelaksana Tugas Kepala Polri.
Namun, berbagai pihak, terutama di internal DPR mempertanyakan langkah Presiden itu. Wacana penggunaan hak interpelasi pun muncul. (baca: Soal Pergantian Kapolri, Muncul Wacana Penggunaan Hak Interpelasi DPR)