Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka yang Teriak Eksekusi Mati Cuma Jadi Pencitraan Jokowi...

Kompas.com - 20/01/2015, 09:10 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Presiden Joko Widodo untuk mengeksekusi mati enam terpidana kasus narkotika, Minggu (18/1/2015), menuai beragam reaksi. Ada yang mengapresiasi karena dianggap sebagai upaya memerangi narkoba, tak sedikit pula yang mengecam. Mereka yang mengecam eksekusi mati tak percaya langkah itu bisa memerangi kejahatan narkotika. Jokowi disebut melakukan pencitraan melalui eksekusi mati.

Pencitraan

Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti menilai, kebijakan Jokowi terkait eksekusi mati hanya pencitraan. Di tengah kebijakan yang tak populer, silang sengkarut penunjukan Budi Gunawan sebagai Kapolri, Jokowi, kata Poengky, ingin mengatrol citranya di mata publik. Salah satunya dengan menunjukkan seolah-olah dia tegas dengan menembak mati enam terpidana mati. (Baca: Imparsial: Belum 100 Hari, Jokowi Sudah "Melumuri Tangannya dengan Darah"...)

"Kenapa di hari ke-91 menjabat presiden, bahkan belum 100 hari, dia sudah melumuri tangannya dengan darah melalui eksekusi mati? Apa lagi kalau bukan pencitraan," ujar Poengky di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (19/1/2015).

Poengky mengatakan, berkaca dari pengalaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, eksekusi mati dilakukan ketika Presiden butuh pamor naiknya.

"Ini tendensinya ngejar popularitas biar naik, bahwa seolah-olah pemerintahannya tegas, mampu mengatasi kejahatan narkotika dan lain-lain. Padahal, tidak sama sekali," ujar dia.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar juga memiliki penilaian yang sama. Menurut dia, eksekusi mati terpidana kasus narkotika akan berimbas buruk pada penyelesaian kasu itu sendiri. Sebab, kebanyakan yang ditembak mati adalah kurir, bukan gembong besar.

"Kalau kurir dihukum mati, menghilangkan informasi soal siapa bandar besarnya kan? Oleh sebab itu, patut diduga bahwa eksekusi mati hanya akal-akalan untuk melindungi bandar besar narkoba itu sendiri," ujar dia.

Direktur Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan, tidak ada korelasi antara eksekusi mati dengan penurunan kasus kejahatan narkotika. Menurut Bonar, yang seharusnya dilakukan pemerintahan Jokowi adalah perbaikan manajemen serta sumber daya manusia hukum, bukan mengambil jalan pintas mengeksekusi para terpidana.

Laporan World Bank soal kualitas hukum di Indonesia yang dikutip Komnas HAM, Indonesia berada di peringkat 3,56 dari skala 1 sampai 10. Peringkat tersebut jauh di bawah negara tetangga, Singapura dan Malaysia. Menurut Bonar, tembak mati menggambarkan kegagalan suatu negara di dalam membina narapidananya.

Lembaga Pemasyarakatan yang seharusnya berfungsi agar napi menyesal dan menjadi orang baik, tak menjalankan fungsinya dengan baik. Yang terjadi justru pelanggaran baru mulai jual beli narkotika hingga suap menyuap napi dengan sipir.

"Saya lihat presiden tidak punya Pengalaman memadai soal HAM. Celakanya, anak buahnya mendukung, bahkan mereka bilang hukuman mati itu bukti ketegasan pemerintah. Ini sungguh terbalik logikanya," ujar dia.

Canggung di arena HAM internasional

Direktur LBH Masyarakat Ricky Gunawan menganggap, eksekusi mati yang baru dilaksanakan menunjukkan inkonsistensi pemerintahan Jokowi. Di satu sisi, menurut dia, Pemerintah Indonesia mengupayakan perlindungan bagi 267 warga negara negaranya yang terancam hukuman mati di luar negeri. Namun, di sisi lain, pemerintah mengeksekusi mati warga negara asing.

"Ini akan membuat Jokowi canggung ketika ia tampil di arena HAM internasional. Saya tidak membayangkan saat Jokowi duduk semeja dengan Presiden Brazil, Belanda dan presiden yang warga negaranya dieksekusi mati di Indonesia," ujar Ricky.

Ia menyebutkan, salah satu asas pergaulan internasional adalah hubungan timbal balik, di mana suatu negara akan memperlakukan suatu negara sesuai dengan perlakuan negara itu sendiri. Jokowi pun tak etis jika berupaya membebaskan WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri.

"Artinya apa? Artinya Jokowi tidak akan punya legitimasi apa pun untuk berbicara terkait penegakan HAM dengan negara-negara itu," kata dia.

Imparsial, Kontras, Setara Institute, Komnas HAM serta sejumlah lembaga pegiat hak asasi manusia mendesak pemerintah melakukan moratorium eksekusi mati. Selain itu, pemerintah juga diharapkan membenahi manajemen hukum di Indonesia. Para pegiat HAM juga meminta DPR RI menghapus eksekusi mati dalam undang-undang.

"Kami juga perang melawan kejahatan narkotika, tapi bukan dengan eksekusi mati," ujar Poengky.

Seperti diberitakan, Kejagung telah menembak mati enam terpidana mati kasus narkotika pada 18 Januari lalu. Dari enam terpidana itu, satu orang warga negara Indonesia, dan lima lainnya warga negara asing. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gaya Pemerintahan Prabowo Diharap Tidak Satu Arah Seperti Orde Baru

Gaya Pemerintahan Prabowo Diharap Tidak Satu Arah Seperti Orde Baru

Nasional
Gaya Kepemimpinan Prabowo yang Asli

Gaya Kepemimpinan Prabowo yang Asli

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Anggap Pernyataan Prabowo Berbahaya | Ketua KPU Jelaskan Tudingan Gaya Hidup 'Jetset'

[POPULER NASIONAL] PDI-P Anggap Pernyataan Prabowo Berbahaya | Ketua KPU Jelaskan Tudingan Gaya Hidup "Jetset"

Nasional
Prabowo Ogah Pemerintahannya Diganggu, PKB Ingatkan 'Checks and Balances'

Prabowo Ogah Pemerintahannya Diganggu, PKB Ingatkan "Checks and Balances"

Nasional
Prabowo Yakin Pemerintahannya Lanjutkan Proyek IKN dengan APBN

Prabowo Yakin Pemerintahannya Lanjutkan Proyek IKN dengan APBN

Nasional
Tanggal 20 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 20 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pakar Pertanyakan KPK yang Belum Tahan Bupati Mimika Meski Kasasi Sudah Diputus

Pakar Pertanyakan KPK yang Belum Tahan Bupati Mimika Meski Kasasi Sudah Diputus

Nasional
5 Catatan PDI-P terhadap RUU Kementerian, Harus Perhatikan Efektivitas dan Efisiensi

5 Catatan PDI-P terhadap RUU Kementerian, Harus Perhatikan Efektivitas dan Efisiensi

Nasional
Analis: TNI AL Butuh Kapal Selam Interim karena Tingkat Kesiapan Tempur Tak Dapat Diandalkan

Analis: TNI AL Butuh Kapal Selam Interim karena Tingkat Kesiapan Tempur Tak Dapat Diandalkan

Nasional
Mulai Rangkaian Rakernas dengan Nyalakan Api dari Mrapen, PDI-P: Semoga Kegelapan Demokrasi Bisa Teratasi

Mulai Rangkaian Rakernas dengan Nyalakan Api dari Mrapen, PDI-P: Semoga Kegelapan Demokrasi Bisa Teratasi

Nasional
Pertamina Patra Niaga Jamin Ketersediaan Avtur untuk Penerbangan Haji 2024

Pertamina Patra Niaga Jamin Ketersediaan Avtur untuk Penerbangan Haji 2024

Nasional
BNPT Paparkan 6 Tantangan Penanganan Terorisme untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran

BNPT Paparkan 6 Tantangan Penanganan Terorisme untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Komisi X DPR Sepakat Bentuk Panja Pembiayaan Pendidikan Buntut Kenaikan UKT

Komisi X DPR Sepakat Bentuk Panja Pembiayaan Pendidikan Buntut Kenaikan UKT

Nasional
Pimpinan Baru LPSK Janji Tingkatkan Kualitas Perlindungan Saksi dan Korban Tindak Pidana

Pimpinan Baru LPSK Janji Tingkatkan Kualitas Perlindungan Saksi dan Korban Tindak Pidana

Nasional
Soroti RUU MK yang Dibahas Diam-diam, PDI-P: Inilah Sisi Gelap Kekuasaan

Soroti RUU MK yang Dibahas Diam-diam, PDI-P: Inilah Sisi Gelap Kekuasaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com