Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lelakon Budi Gunawan, Nasib Sial Si Calon Tunggal

Kompas.com - 14/01/2015, 06:24 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Nasib sial menimpa Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Euforia sebagai calon kuat kepala Kepolisian RI (Kapolri) "dirusak" oleh status tersangka yang disematkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Budi menjadi calon kuat karena dicalonkan tunggal oleh Presiden Joko Widodo. Arah dukungan di DPR juga berembus baik kepadanya. Dua kekuatan politik di parlemen, Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat, kompak mendukung Budi meski yang bersangkutan diterpa rumor (saat itu belum tersangka) kepemilikan rekening gendut.

Drama di parlemen

Proses pemilihan Budi sebagai Kapolri makin lancar setelah rapat antara pimpinan fraksi dan pimpinan DPR memutuskan agar Komisi III segera menggelar rapat pleno untuk menentukan waktu memulai dan mekanisme uji kelayakan serta kepatutan calon kapolri. Pleno ini semula akan digelar pada Senin (19/1/2015), tetapi dipercepat menjadi Selasa (13/1/2015).

"DPR punya waktu 20 hari untuk fit and proper test dan menghasilkan (Kapolri). Surat Presiden, alinea keempat meminta agar dilakukan (pemilihan Kapolri) tidak terlalu lama," kata Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsuddin, Selasa pagi.

Karena kesepakatan bersama, Komisi III memulai pleno internal pukul 14.00 WIB. Rapat digelar tertutup. Wartawan tidak diperkenankan menyaksikan jalannya rapat meski dari balkon ruang rapat Komisi III.

Para pewarta dari puluhan media terpaksa menunggu jalannya rapat dari luar ruangan. Mereka berkumpul menjadi beberapa kelompok kecil, ada yang berbincang, sebagian lain menyelesaikan pekerjaannya. Pukul 14.26 WIB, ada pesan yang masuk ke telepon genggam salah watu pewarta. Bunyi pesan itu: "KPK sahkan Budi Gunawan tersangka rekening gendut."

Suasana mendadak riuh, antara percaya dan tidak percaya. Beberapa menit berselang, informasi semakin jelas karena pimpinan KPK menggelar konferensi pers dan menyampaikan secara resmi kabar mengejutkan itu.

Informasi ini sampai juga ke dalam dan langsung dibahas oleh Komisi III di pleno internalnya. Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman, yang terlihat melintas di pintu belakang ruang rapat, langsung menjadi sasaran berondongan pertanyaan pewarta. Saat itu Benny belum mau berkomentar karena menunggu hasil pleno yang masih berjalan.

"Apa benar (Budi tersangka)? Nanti ya setelah pleno," ucapnya.

Rapat pleno selesai sekitar pukul 15.40 WIB. Hasilnya, mayoritas fraksi sepakat proses uji kelayakan dan kepatutan Budi sebagai calon kapolri tetap dilanjutkan. Alasannya, proses sudah berjalan dan status tersangka dari KPK dianggap tidak cukup kuat untuk membatalkannya.

"Apa (penetapan tersangka) ini dalam rangka penegakan hukum atau politis? Dan itu bukan wilayah agenda, kita tidak terganggu urusan ini, apakah (Budi Gunawan) akan dipilih, kan belum tentu," kata Wakil Ketua Komisi III, Desmond J Mahesa.

Permintaan pembatalan seleksi Budi sebagai calon kapolri hanya muncul dari Fraksi Partai Demokrat. Fraksi Demokrat juga meminta Presiden Jokowi mencabut surat tentang pemberhentian dan pergantian Kapolri yang saat ini sudah diterima oleh DPR RI.

Selanjutnya, rombongan Komisi III mendatangi kediaman Budi Gunawan di kawasan Jakarta Selatan, Selasa sore. Kunjungan ini menjadi bagian dari proses uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon kapolri dan telah dijadwalkan sebelum Budi resmi menjadi tersangka.

Di kediamannya, Budi menyatakan akan tetap mengikuti proses seleksi sebagai calon kapolri. Ia mengaku akan tetap hadir dalam uji kelayakan dan kepatutan yang digelar Komisi III DPR, Rabu (14/1/2015) mulai pukul 10.00 WIB, meski peluangnya dipilih sebagai Kapolri menyusut tajam.

"Kami mohon diberi kesempatan lanjutkan proses di DPR," ucap Budi.

Rekening "gendut"

KPK menetapkan Budi sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi setelah melakukan penyelidikan selama enam bulan. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, pengusutan kasus Budi berawal dari laporan masyarakat.

Penyelidikan KPK terhadap transaksi mencurigakan tersebut dibuka pada Juli 2014. Dari hasil penyelidikan terungkap bahwa terjadi transaksi mencurigakan di rekening Budi saat masih menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier PSDM Polri 2004-2006. Surat perintah penyidikan dan penetapan Budi sebagai tersangka dibuat KPK pada 12 Januari 2015 setelah mendapatkan dua alat bukti dan menggelar ekspos.

Harta kekayaan Budi mengalami peningkatan hingga lima kali lipat dalam kurun waktu 2008-2013. Peningkatan jumlah harta Budi terlihat dari harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan. Pada tahun 2008, tanah dan bangunan milik Budi senilai Rp 2.744.180.000, sedangkan tahun 2013 meningkat tajam menjadi Rp 21.543.934.000.

Budi terakhir kali menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) ke KPK pada 26 Juli 2013. Saat itu, harta kekayaan yang dilaporkannya sebesar Rp 22.657.379.555 dan 24.000 dollar AS.

Sebelumnya, pada 19 Agustus 2008, Budi menyerahkan LHKPN sejumlah Rp 4.684.153.542. Dari angka-angka itu, ada peningkatan yang signifikan terhadap total harta Budi dalam kurun lima tahun. Kenaikan harta Budi sekitar Rp 17,9 miliar atau mencapai lima kali lipat. Mengenai lonjakan jumlah hartanya itu, Budi akan menjelaskan saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR.

Kepala Kepolisian RI Jenderal (Pol) Sutarman mengatakan, Polri menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah terkait penetapan status tersangka terhadap Budi. Polri, kata Sutarman, akan menunggu proses hukum yang ditangani KPK.

Presiden terkejut

Presiden Jokowi terkejut saat mengetahui Budi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Informasi itu diterima Jokowi saat dalam perjalanan bersama rombongan menuju kantor Badan Intelijen Negara (BIN). "Beliau terkejut karena Presiden mengikuti isu yang berkembang," kata Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto.

Andi mengakui, rekam jejak Budi Gunawan sudah dipersoalkan sejak tahun 2008. Namun, Presiden melihat hal itu sebagai isu karena tidak ada tindakan hukum yang diambil terhadap Budi Gunawan.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, setelah mendapatkan informasi penetapan Budi sebagai tersangka, Presiden Jokowi langsung mengontak Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang juga Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhi Purdijatno. "Presiden meminta Kompolnas menyiapkan pertimbangan akan langkah yang harus diambil Presiden terkait kasus ini," kata Pratikno.

Berkah untuk Jokowi

Di balik "kehebohan" yang muncul setelah Budi ditetapkan sebagai tersangka, ada berkah yang bisa direguk Presiden Jokowi. Inilah momentum bagi Jokowi untuk menyaring ketat masukan dari orang-orang di sekitarnya.

"Dengan begitu, publik bisa melihat secara jelas bahwa ada bandit-bandit di sekitar Jokowi yang ingin menyesatkan Jokowi," kata pengamat politik dari Universitas Indonesia, Boni Hargens.

Boni berharap kesalahan dalam memilih calon kapolri bisa menjadi pelajaran bagi Jokowi untuk bertindak lebih tegas. Jokowi, kata dia, harus berani menolak segala bentuk intervensi negatif dari orang-orang berpengaruh di sekitarnya.

"Pelajaran ini mahal. Jokowi harus berani mengatakan 'tidak' kepada orang-orang kuat di sekitarnya yang memberikan masukan keliru," kata Boni.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com