JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid menyebutkan empat modus yang paling sering digunakan penyalur untuk mengirimkan TKI ke luar negeri tanpa mengikuti prosedur dan aturan dari pemerintah.
"Modus pertama ialah dengan memalsukan dokumen-dokumen administrasi calon tenaga kerja," ujar Nusron, dalam jumpa pers di Kantor BNP2TKI, Jalan MT Haryono, Cawang, Jakarta, Selasa (6/1/2015).
Modus kedua ialah dengan mengalihkan calon TKI ke negara lain atau berbeda dengan negara tujuan keberangkatan. Misalnya, sebut Nusron, calon TKI yang diberangkatkan menuju Bahrain ternyata dikirim menuju negara lain yang menjadi tujuan kedua, seperti Mesir, Abu Dhabi, dan Arab Saudi.
Modus ketiga adalah dengan mengubah formalitas kontrak resmi bagi calon TKI. Nusron mengatakan, ada calon TKI yang sebelumnya terdaftar sebagai pekerja cleaning service, tetapi dalam kenyataannya TKI tersebut malah bekerja sebagai pembantu rumah tangga atau house keeping.
Modus keempat yang paling sering digunakan, tambah Nusron, yaitu dengan menggunakan visa turis. Para calon tenaga kerja pada awalnya berangkat ke luar negeri dengan alasan tujuan wisata. Namun, pada kenyataannya, banyak yang justru mencari pekerjaan di luar negeri, bahkan hingga memiliki status warga tetap.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Nusron mengatakan, diperlukan suatu pengawasan internal secara ekstra serta adanya penguatan antarlembaga pemerintah, khususnya yang menangani masalah TKI.
Salah satu yang dilakukan BNP2TKI adalah dengan membentuk metode early warning system. Metode tersebut, sebut Nusron, memiliki cakupan pengawasan dari sisi hulu hingga ke hilir.
"Dengan model hulu, calon TKI diwajibkan menerima informasi lengkap di dalam satu website yang kami sediakan. Di luar agen resmi, tidak boleh ada yang memberangkatkan orang. Kita juga akan koordinasi dengan pihak imigrasi," kata Nusron.
Sementara itu, dari sektor hilir, BNP2TKI mewajibkan setiap calon TKI untuk memiliki ponsel yang terhubung dengan lembaga pemerintah. Diharapkan, dengan metode tersebut, pengawasan dan komunikasi terhadap TKI akan lebih mudah dilakukan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.