Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rakyat Sudah "Move On", DPR Kapan?

Kompas.com - 30/10/2014, 07:04 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketegangan di parlemen belum juga mereda. Suasana masih terbelah. Setumpuk pekerjaan rumah belum mulai dibahas, tetapi tak terlihat komitmen bekerja untuk rakyat. Dalam dua hari, ada dua peristiwa "besar" yang terjadi di DPR.

Pertama, adalah saat politisi PPP Hasrul Azwar menjungkirbalikkan meja di ruang sidang paripurna DPR. Padahal, sidang masih berlangsung. Dia menjungkirbalikkan meja karena meradang ketika Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dari Demokrat, selaku pemimpin rapat, tidak menggubris penjelasannya.

Karena ricuh, rapat paripurna pun langsung ditutup. Rapat paripurna itu membahas penetapan alat kelengkapan Dewan. Kekisruhan berawal saat pimpinan rapat mengakui keabsahan daftar nama anggota Fraksi PPP yang disampaikan anggota Fraksi PPP, Epyardi Asda.

Sementara itu, Hasrul menilai bahwa daftar nama itu tidak sah karena bukan dikeluarkan oleh DPP PPP hasil Muktamar PPP di Surabaya yang menetapkan M Romahurmuziy sebagai ketua umum baru, menggantikan Suryadharma Ali.

Untuk tindakan Hasrul yang memalukan itu, belum ada teguran atau sanksi yang diberikan DPR. Alasannya satu, Majelis Kehormatan Dewan belum terbentuk karena DPR masih disibukkan dengan agenda pemilihan dan penetapan pimpinan komisi atau alat kelengkapan Dewan lainnya.

KOMPAS.com/IHSANUDDIN Koalisi Indonesia Hebat menggelar konferensi pers di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/10/2014). Mereka melayangkan mosi tidak percaya terhadap pimpinan DPR saat ini dan mengangkat pimpinan DPR sendiri.
Peristiwa kedua terjadi pada Rabu (29/10/2014) siang, yaitu saat pimpinan DPR maraton memimpin rapat pemilihan dan penetapan pimpinan komisi. Rapat digelar ekstra cepat dan tanpa dihadiri anggota Fraksi PPP dan empat fraksi dari partai Koalisi Indonesia Hebat, yaitu PDI Perjuangan, Nasdem, PKB, dan Hanura.

Hasilnya, sembilan dari 11 komisi di DPR disapu bersih oleh anggota fraksi partai Koalisi Merah Putih. Hanya Komisi V dan XI yang tertunda menggelar rapat pemilihan dan penetapan pimpinan lantaran masalah teknis.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, rapat pemilihan dan penetapan pimpinan komisi harus segera digelar meski tanpa kehadiran fraksi Koalisi Indonesia Hebat. Ia menilai pimpinan DPR telah memberikan toleransi dalam empat sidang paripurna agar anggota fraksi Koalisi Indonesia Hebat menyerahkan susunan anggota di komisi dan alat kelengkapan Dewan.

"Yang salah siapa? Kami sudah berikan kesempatan empat kali (paripurna), tapi tidak juga diserahkan," kata Fahri. Pimpinan DPR dan Koalisi Merah Putih tetap melangsungkan rapat pemilihan karena mengacu kepada Pasal 251 ayat (1) sampai (5) Tata Tertib DPR. Sebaliknya, Koalisi Indonesia Hebat berpegang pada Pasal 284 ayat (1) dari aturan yang sama.

Pada Rabu petang, secara mengejutkan, fraksi dari Koalisi Indonesia Hebat secara resmi meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk menggantikan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Langkah tersebut diambil sebagai tindak lanjut setelah mereka mengangkat pimpinan DPR sementara sebagai tandingan pimpinan DPR yang ada saat ini.

Move on

Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, mengaku prihatin dengan fenomena pimpinan DPR tandingan yang dibentuk oleh Koalisi Indonesia Hebat. Ia menyarankan kekuasaan lebih mengutamakan musyawarah, bukan adu kekuatan.

"Politisi kita belum mampu mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan kelompok dan kepentingan pribadi," kecam Yusril dalam akun Twitter pribadinya, @Yusrilihza_Mhd, Rabu.

Tak hanya itu, Yusril khawatir ketika politisi lebih mengedepankan adu kekuatan, maka yang dikorbankan adalah masa depan bangsa. Menurut dia, kekuasaan itu harus dibagi dan bukan hanya untuk satu golongan tanpa mengedepankan keseimbangan di pemerintahan.

"Negara ini takkan pernah akan berjalan baik dan sempurna kalau dikuasai oleh satu golongan saja, baik di eksekutif maupun di legislatif. Kekuasaan harus berbagi secara adil dan berimbang. Semua harus diberi kesempatan untuk memimpin lembaga-lembaga negara secara proporsional," papar Yusril.

Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan berpendapat, masyarakat Indonesia saat ini sudah kembali menyatu dan melupakan proses Pemilu Presiden 2014. Mereka pun tidak lagi terkotak-kotak dan memiliki keyakinan cukup besar atas kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Berdasarkan survei yang dilakukan SMRC pada 2-4 Oktober 2014 dengan jumlah responden sebanyak 1.520 orang, diketahui bahwa keyakinan masyarakat Indonesia terhadap Jokowi sangat tinggi, yakni 74,5 persen.

Jika dilihat dari latar belakang pemilihan terhadap partai politik, hampir semua partai mayoritas memiliki keyakinan kepada Jokowi. Persentase terendah hanya ada pada pemilih Partai Gerindra, dengan angka keyakinan 50 persen.

Sementara itu, persentase pemilih PDI-P, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hanura, Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional, mencapai lebih dari 70 persen.

"Dilihat dari itu, politisi di Senayan harusnya bisa melihat supaya mereka berkompromilah, tidak ngotot-ngototan terus seperti sekarang. Masyarakatnya saja sudah move on, elitenya belum," kata Djayadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com