Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyuap Bupati Biak Divonis 3,5 Tahun Penjara dan Denda Rp 150 Juta

Kompas.com - 29/10/2014, 18:51 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis tiga tahun enam bulan penjara dan denda Rp 150 juta terhadap Direktur PT Papua Indah Perkasa Teddy Renyut. Teddy dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dengan menyuap Bupati Biak Numfor nonaktif Yesaya Sombuk terkait proyek pengadaan tanggul laut di Biak. Proyek ini diusulkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2014 pada Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Teddy Renyut dengan pidana penjara selama tiga tahun enam bulan ditambah denda sebanyak Rp 150 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti pidana kurungan selama tiga bulan," kata Ketua Majelis Hakim Artha Theresia saat membacakan putusan, Rabu (29/10/2014).

Menurut hakim, hal yang memberatkan yaitu Teddy dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Hakim menyatakan, sebagai pengusaha muda, semestinya Teddy membiasakan diri mendapatkan pekerjaan melalui dengan prosedur yang benar.

Ada pun hal yang meringankan yaitu Teddy mengakui secara terus terang dan menyesali perbuatannya. Teddy juga belum pernah menjalani masa hukuman dan merupakan tulang punggung keluarga.

Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK. Sebelumnya, tim jaksa KPK menuntut Teddy dihukum empat tahun penjara. Teddy juga dituntut membayar denda sebesar Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan. Menurut hakim, Teddy terbukti melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 ke-1 KUHP. Hakim menilai Teddy terbukti memberikan uang kepada Yesaya sebesar 100.000 dollar Singapura dalam dua tahap, yakni sebesar 63.000 dollar Singapura pada 11 Juni 2014, dan 37.000 dollar Singapura pada 16 Juni 2014.

"Uang tersebut diberikan supaya Yesaya memberikan proyek talut dan pembangunan lainnya kepada terdakwa dan terdakwa tahu bahwa itu bertentangan dengan status Yesaya sebagai penyelenggara negara serta selaku Bupati Biak," ujar hakim.

Teddy juga dianggap terbukti membantu Yesaya dengan memberikan tiket dan membayarkan penginapan ketika Yesaya mengurus sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi. Ketika itu, Yesaya belum dilantik sebagai Bupati Biak.

Setelah dilantik pada 2 April 2014, Yesaya mengajukan proposal usulan proyek pembangunan talud di Kabupaten Biak kepada Kementerian PDT. Proposal usulan ini diserahkan langsung kepada Deputi V Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal oleh Kepala Bappeda Biak Numfor, Turbey Onimus. Pada Mei 2014, Teddy menelepon Turbey untuk memberitahukan ketersediaan dana Rp 20 miliar untuk anggaran proyek talud yang masuk dalam APBN 2014. Awal Juni 2014, Yesaya menghubungi Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daearah Biak Numfor, Yunus Saflembolo dan meminta Yunus untuk mengatakan kepada Teddi bahwa Yesaya membutuhkan uang Rp 600 juta. Permintaan dana ini juga disampaikan Yesaya secara langsung kepada Teddy dalam pertemuan di Hotel Acacia, Jl Kramat Raya, Jakpus pada 5 Juni 2014.

"Dijawab oleh terdakwa (Teddy) dengan mengatakan 'Saat ini saya tidak ada uang, tapi kalau kaka ada memberikan pekerjaan yang pasti, saya bisa ngambil kredit dari bank'," kata hakim menirukan jawaban Teddy kepada Yesaya.

Atas jawaban Teddy itu, Yesaya langsung menjanjikan dia pengerjaan proyek di Biak. Teddy pun setuju untuk memberikan uang 600 juta sesuai dengan permintaan Yesaya. Pada 11 Juni 2014, Yunus meminta Teddy menyiapkan uang Rp 600 juta karena Yesaya akan bertandang ke Jakarta. Teddy lalu menemui Yesaya yang menginap di Hotel Acacia Jakarta dengan didampingi Yunus.

Dalam kamar hotel, Teddy menyerahkan uang sebesar 63.000 dollar Singapura yang dibungkus amplop putih kepada Yesaya. Beberapa saat kemudian, Yesaya melalui telepon menyebut duit yang diberikan masih kurang dan meminta tambahan Rp 350 juta. Pemberian kedua ini terjadi pada tanggal 16 Juni 2014 di hotel yang sama. Saat memberikan uang, Teddy sempat meminta kepastian pekerjaan proyek di Biak dan dijawab Yesaya akan diatur Yunus Saflembolo.

Tak lama setelah itu, tim penyidik KPK menangkap Teddy dan Yesaya. Seusai membacakan putusan, hakim pun memberi kesempatan bagi Teddy untuk berunding dengan penasihat hukumnya. Namun, Teddy tidak mengambil kesempatan tersebut dan langsung menerima putusan vonis. "Ya, saya menerima putusan," kata Teddy.

Dalam kasus ini, majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp 200 juta terhadap Bupati Biak Numfor Papua nonaktif, Yesaya Sombuk. Yesaya dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dengan menerima suap dari pengusaha Teddy Renyut terkait dengan proyek pembangunan tanggul laut di Biak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com