Saya tidak tahu soal kebenarannya, tapi mungkin ada benarnya. Orang penyuka kuda pasti karakter dan wataknya beda dengan penyuka kodok... Begitu sebaliknya, orang penyuka kodok pasti karakter dan wataknya beda dengan penyuka kuda.
Begitu halnya dengan seorang pemimpin penyuka kuda dan penyuka kodok pasti karakter, watak dan gaya kepemimpiannya juga beda. Suka dipimpin KESATRIA BERKUDA atau KESATRIA BERKODOK...???"
Lalu dibalas oleh kawan di seberang sana begini:
"KODOK -- biar pun kodok sering direndahkan sebagai binatang buruk muka dan diremehkan karena dianggap tiada guna, ia adalah makhluk ciptaan Allah penguasa langit dan bumi. Tak seorang pun mampu menciptakan kodok sebagaimana kodok hidup dan bernapas, bersuara berat, buruk dan kadang menyeramkan. Bahkan manusia yang merasa paling nyekolah di dunia, pintar tiada kepalang, ganteng atau cantik tiada banding, takkan mampu hanya sekadar membuat selaput di jemarinya yang berfungsi sebagai dayung saat berenang. Kodok memang sering dianggap binatang rendah, kalah jauh dibanding kuda yang kerap disebut binatang gagah perkasa, banyak manfaat, dan setia. Jelas, hanya idiot saja yang memaksa membandingkan keperkasaan kuda dengan kelemahan kodok secara terbuka. Kodok dan kuda memang beda dalam banyak hal, tak perlu dibandingkan. Satu hal yang membuatnya sama, keduanya sama-sama makhluk ciptaan Allah. Menghina dan merendahkan kodok, sama saja menghina dan merendahkan-Nya, kecuali bagi seorang idiot."
"Status di atas hanya contoh kecil.Seperti kau tahu, media sosial adalah belantara yang tak terkira luasnya. Di dalamnya tak cuma berisi keindahan ucapan, tapi juga kebuasan kata-kata," simpul Juha.
"Terus saya harus bagaimana?" kata saya mencoba melucu.
"Kamu ke laut aja!" Juha mencibir.
"Asyik dong, bisa berenang dan jalan-jalan di pantai.
"Dasar cumi!"
"Dasar ubur-ubur!"
"Stop! Kita mengimbau supaya kawan-kawan berkata baik, sementara kita malah saling ejek."
"Cuma becanda."
"Kawan-kawan itu awalnya juga cuma becanda, lama-lama keterusan."
"Terus aku harus bagaimana?"
"Harus tahu batas."
"Maksud lo?"
"Kalau sudah selesai perbincangan, ya selesai juga urusan. Kalau Pilpres sudah selesai, selesai pula urusan kita dengan jagoan-jagoan kita. Kita sudahi semua ejekan, semua konflik, kita bersalaman dan saling bersenda gurau kembali."
"Setuju."
"Setuju apa?"
"Setuju untuk bersendau gurau kembali, ngopi bersama lagi, bersilaturahmi kembali..."
"Pinter."
"Kamu juga cerdas."
Akhirnya kami pun bersalaman. Tersenyum dan bersulang bersama untuk kebaikan kawan-kawan semua, kebaikan negeri ini. Cheers...!
@JodhiY
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.