Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Apresiasi MA yang Kembali Perberat Vonis Kasus Korupsi Simulator SIM

Kompas.com - 14/10/2014, 17:06 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi mengapresiasi putusan Mahkamah Agung yang memperberat hukuman Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, Budi Susanto, rekanan pengadaan alat simulator SIM Korps Lalu Lintas Polri. Hukuman Budi diperberat menjadi 14 tahun penjara dari 8 tahun penjara.

"Hukuman itu juga memberikan sanksi yang setimpal dengan nilai faktual kerugian negara (dari pengadaan itu) yang memang terjadi," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Selasa (14/10/2014). Dalam putusannya, MA juga menambah uang pengganti yang harus dibayarkan Budi ke negara dari Rp 17,1 miliar menjadi Rp 88,4 miliar.

Menurut Bambang, putusan ini sedianya dimaknai sebagai sinyal yang menegaskan komitmen MA menerapkan sanksi maksimal terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Selain itu, kata Bambang, putusan ini membuat sejajar kadar hukuman yang dijatuhkan untuk Budi selaku pihak swasta dengan Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo selaku pihak penegak hukum yang terlibat.

"Mem-balance (menyeimbangkan) hukuman yang sejajar dengan Djoko Susilo yang dihukum maksimal tapi (sebelumnya) si Budi tidak," ucap Bambang. Selaku mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Djoko divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan simulator SIM secara bersama-sama.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta serta tidak menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti kepada Djoko. Hukuman ini kemudian diperberat menjadi 18 tahun penjara di tingkat kasasi. Djoko juga diwajibkan MA membayar denda Rp 1 miliar serta membayarkan kepada negara uang pengganti Rp 32 miliar.

Hukuman Budi

Sementara itu, Budi dipidana 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Putusan tersebut dikuatkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Kemudian pada Senin (13/10/2014), MA memperberat hukuman Budi.

Putusan MA dikeluarkan majelis kasasi yang dipimpin Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkostar dengan hakim anggota MS Lumme dan Mohammad Askin. Namun, hakim agung Askin mengajukan dissenting opinion (pendapat berbeda).

Dalam pertimbangannya, Mahkamah Agung (MA) menilai judex facti (Pengadilan Tipikor dan PT DKI Jakarta) kurang dalam memberikan pertimbangan, khususnya terkait Pasal 197 Ayat (1) huruf f Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Judex facti, kata Artidjo, kurang mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan. Hal-hal yang sudah dipertimbangkan bersifat terlalu umum sehingga tidak membantu pemberantasan korupsi. Pertimbangan lain, tambah dia, perbuatan terdakwa telah mengakibatkan kerugian pada keuangan negara dalam jumlah yang cukup besar.

Dalam kasus yang sama, Pengadilan Tipikor sudah memidana rekanan pengadaan alat simulator, Sukotjo Bambang, dengan pidana 3 tahun 10 bulan penjara. KPK juga menjerat mantan Wakil Kepala Korlantas Polri Brigadir Jenderal Pol Didik Purnomo. Ia sudah dijadikan tersangka oleh KPK dan berkasnya telah dilimpahkan ke tingkat penuntutan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com