Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencari Filsafat Indonesia: Pluralisme

Kompas.com - 11/10/2014, 21:58 WIB


KOMPAS.com - PADA  19-20 September lalu diadakan Simposium Internasional Filsafat Indonesia: ”Mencari Sosok Filsafat Indonesia”.

Sebuah peristiwa yang teramat penting, khususnya bagi sejarah filsafat di Indonesia dan tentu saja diharapkan bisa memberikan kontribusi besar bagi kemajuan kebudayaan dan pendidikan secara umum. Tema ”Mencari Sosok Filsafat Indonesia” langsung menggelitik!

Kata ’mencari’ dalam filsafat memiliki arti khusus, yakni energi dasar yang membuatnya bergeliat hidup. Adapun istilah ’sosok’ dan ’filsafat Indonesia’ bisa dibaca sebagai dua istilah yang merangsang masalah; ’sosok’ mengacu pada manusia-personal dan ’filsafat Indonesia’ sebagai sebuah frase yang mengacu pada sistem produk konvensi yang nonpersonal. Bagaimana kedua istilah ini bisa berpadu?

Apakah Indonesia belum punya sistem filsafat dalam pengertian tunggal-akademis? Belum memiliki argumen-argumen dasar bagi berdirinya sebuah sistem pemikiran selayaknya filsafat sistematik dengan pilar-pilarnya seperti ”ontologi/metafisika”, ”epistemologi”, dan ”aksiologi”? Tema ”Mencari Sosok Filsafat Indonesia” tak lain bertujuan menjawab pertanyaan di atas.

Filsafat sistematik-akademis jelas bukan produk bangsa kita. Bahkan, sebagai bangsa pun kita masih asing dengan sebutan filsafat sistematik-akademis itu. Kita hanya dekat dengan turunannya bernama ilmu pengetahuan. Tak akan terdengar demikian signifikannya oleh bangsa ini bahwa sebuah negara bangkit jadi besar karena filsafatnya.

Sejarah filsafat

Filsafat sistematik-akademik adalah produk bangsa Yunani Kuno. Model atau paradigma institusinya, perguruan tinggi, didirikan Plato lalu diikuti muridnya, Aristoteles (Academy dan Lyceum). Tak pelak, siapa pun yang mempelajari filsafat menjadi suatu keniscayaan haruslah terlebih dulu mempelajari filsafat Yunani Kuno. Sebab, dari sanalah fondasi filsafat sistematik itu kita peroleh.

Apakah dengan demikian apabila kita mempelajari filsafat maka artinya kita hanya mengikuti filsafat Yunani Kuno? Jelas tidak! Filsafat merupakan disiplin berpikir yang sangat terbuka dan terutama bertolak dari soal-soal keseharian dari mana kita berada. Berpikir terbuka mengisyaratkan melihat ke berbagai arah, seluas-luasnya, dengan kemungkinan berhenti sejenak pada horizon tertentu, lalu bergerak lagi. Berpikir terbuka adalah pengembaraan yang sangat menantang, indah, dan abadi.

Filsafat tidaklah muncul dalam ruang tunggal dan monoton. Awal munculnya Filsafat Yunani Kuno bernapaskan pertemuan berbagai kebudayaan atau transgeografi. Sejarah filsafat Yunani biasanya dibagi tiga periode: pra-Sokrates, Sokrates, dan post-Sokrates. Para filsuf pra-Sokrates, pendiri, seperti Pherecydes, Anaximandros, Anaximenes, dan Pythagoras membangun filsafat dari berbagai pengaruh dalam perjalanan intelektual mereka. Kosmologi, teologi, sistem angka dan hitungan dalam filsafat pra-Sokrates itu bersinggungan erat dengan konsepsi yang ada di alam pikiran bangsa India dan Persia, misalnya.

Filsafat pada awalnya sudah menunjukkan model berpikir sinkretisme. Kesadaran akan realitas pun terbentang luas dan jelas antara kesadaran akan ”yang satu” dan ”yang banyak”. Filsuf pra-Sokrates, Empedokles, menekankan dasar realitas adalah banyak (plural) terdiri dari air, udara, api, dan sebagainya. Pluralisme dalam filsafat sesungguhnya bukanlah ’barang’ baru.

Semangat sinkretisme antar- kosmologi yang berbeda dan konsepsi pluralisme yang bertujuan mencari akar (radix) realitas terus berlangsung hingga kini. Filsafat Yunani Kuno diinterpretasi oleh para pemikir sesuai kondisi kosmologis dari mana mereka hidup. Muncul kemudian dengan label besar seperti filsafat Jerman, Inggris, Perancis, Amerika, dan Spanyol tak lepas dari sejarah awal sinkretisme dan pluralisme filsafat Yunani Kuno tersebut. Pada puncaknya terbagilah demarkasi filsafat Barat dan filsafat Timur dengan kekhasannya masing-masing. Keduanya terus berkelindan tanpa pertentangan substansial yang serius. Dalam banyak pemikiran filsuf Barat kita bisa temukan pengaruh kebijakan Timur, juga sebaliknya.

Merawat pluralisme

Filsafat muncul dari pertanyaan dan percakapan dengan realitas, peristiwa keseharian, ritual, mitologi, sastra, dan lain-lain. Setiap negara dan bangsa memiliki latar belakang atau infrastruktur seperti itu.

Para bapak dan ibu pendiri Republik Indonesia, bahkan para pujangga Nusantara, sudah berpikir filosofis dengan caranya masing-masing. Terutama sejak dilaksanakannya ”politik etis” oleh Belanda mereka berkenalan dan akrab dengan filsafat Barat. Mohammad Yamin, Hatta, Soekarno, Sjahrir, Soepomo, Tan Malaka, Kartini, Sam Ratulangi, Soenaryo, S Takdir Alisjahbana, Driyarkara, Soedjatmoko, sedikit saja nama-nama dari banyaknya pemikir kita yang dari tulisan-tulisan mereka jelas bergelut dengan filsafat Barat. Sampai sejauh mana keterpengaruhan filsafat Barat  dalam membangun ”keindonesiaan” itu jelas masih butuh interpretasi-interpretasi intertekstual secara intens.

Konsep republik, revolusi, batang tubuh UUD 1945, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan lain-lain tentu tak jatuh langsung dari langit. Semua itu merupakan pergumulan pemikiran filosofis dalam kurun waktu cukup lama dan sinkretik, dari berbagai fragmen kebijakan suku-suku, agama, ras, dan filsafat Barat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies di Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies di Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com