Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Syahrul Berikan 27.000 Dollar AS kepada Pria yang Mengaku Kenal Pimpinan KPK

Kompas.com - 17/09/2014, 18:34 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Syahrul Raja Sempurnajaya mengaku pernah memberikan uang 27.000 dollar AS kepada Muhammad Yunus. Uang tersebut diberikan untuk operasional karena Yunus bersedia mengurus kasus hukum Syahrul di KPK.

Kepada Syahrul, Yunus mengaku kenal dengan Ketua KPK Abraham Samad.

"Dititipkan saja (uang itu) untuk operasional," kata Yunus saat bersaksi dalalm persidangan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang dengan terdakwa Syahrul di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (17/9/2014).

Yunus juga mengaku kepada Syahrul bahwa dia mengenal penyidik KPK Novel Baswedan dan Christian.

Pada Juni 2013, kata Yunus, Syahrul berkonsultasi kepadanya mengenai penanganan masalah-masalah hukum. Konsultasi dilakukan di kantor pengacara Prananto Ntoma Ruki setelah anak buah Syahrul, yakni Sentot Susilo, tertangkap tangan KPK terkait kasus dugaan suap izin Taman Pemakaman Bukan Umum di Desa Artajaya, Bogor, Jawa Barat. Ketika itu, Yunus mengaku tengah magang sebagai pengacara di kantor Prananto Ntoma Ruki.

Namun, pernyataan Yunus ini langsung disanggah penasihat hukum Syahrul yang bernama Eko. Dalam persidangan, Eko yang bergabung dalam kantor pengacara Prananto Ntoma Ruki tersebut mengatakan bahwa seorang pengacara magang tidak pernah diizinkan menangani perkara.

Eko juga mengaku tidak tahu ada pertemuan antara Yunus dan Syahrul di kantor pengacara Prananto Ntoma Ruki.

Pada akhirnya, Yunus mengakui dalam persidangan bahwa dia telah berbohong kepada Syahrul dengan mengaku kenal Abraham Samad dan dua penyidik KPK. Yunus juga mengaku telah menyerahkan uang dari Syahrul kepada tim penyidik KPK.

"Sebenarnya saya tidak tahu, saya hanya berbohong. Saya maksudnya tidak ada, mungkin dalam hal ini untuk mau mendapatkan informasi bagaimana untuk menangani kasus itu saja, tidak ada inisiatif lain atau apa," tutur Yunus.

Pria yang mengaku bergelar sarjana hukum ini juga mengaku kenal dengan seorang bernama Suwondo yang mengaku sebagai penyidik. Yunus mengganggap Suwondo dapat membantunya untuk membocorkan informasi terkait kasus Syahrul di KPK.

Syahrul didakwa melakukan tindak pidana korupsi, pemerasan, sekaligus pencucian uang. Dia didakwa memeras I Gede Raka Tantra selaku Ketua Asosiasi Pialang Berjangka Indonesia dan Fredericus Wisnubroto selaku Ketua Ikatan Perusahaan Pedagang Berjangka Indonesia (IP2BI) yang melakukan transaksi di PT Bursa Berjangka Jakarta (PT BBJ) serta PT Kliring Berjangka Indonesia (PT KBI).

Syahrul juga didakwa menerima suap Rp 1,5 miliar dari Maruli T Simanjuntak yang berinvestasi emas di CV Gold Asset dan menerima suap Rp 7 miliar karena membantu proses pemberian Izin Usaha Lembaga Kliring Berjangka PT Indokliring Internasional. Selain itu, Syahrul didakwa menyuap terkait penerbitan izin lokasi tempat pemakaman bukan umum (TPBU) di Desa Antajaya, Tanjungsari, Bogor, atas nama PT Garindo Perkasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com