Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenhuk dan HAM Sebut KPK Telat Balas Surat tentang Rencana Pembebasan Hartati

Kompas.com - 03/09/2014, 15:56 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Handoyo Sudrajat mengatakan, Kemenhuk dan HAM telah menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi untuk meminta rekomendasi pemberian asimilasi berupa pembebasan bersyarat kepada Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation, Hartati Murdaya. Namun, kata Handoyo, KPK baru membalas surat tersebut setelah lewat batas waktu pemberian rekomendasi, yakni 12 hari.

"Kita kan sudah memenuhi prosedural, minta pendapat KPK sesuai ketentuan dalam waktu 12 hari. Tapi, jawaban itu diberikan setelah habis 12 hari," ujar Handoyo saat dihubungi Kompas.com, Rabu (3/9/2014).

Handoyo mengatakan, Kemenhuk dan HAM mengirim surat kepada KPK pada 30 Juni 2014. Namun, kata Handoyo, surat balasan dari KPK baru diterima Kemenhuk dan HAM pada 16 Juli 2014. Handoyo mengatakan, saat itu Kemenhuk dan HAM telah memutuskan untuk memberikan pembebasan bersyarat kepada Hartati.

"Kan mestinya cukup waktu untuk menjawab dan memproses. Dengan munculnya hak itu harus menyatakan sesuai ketentuan yang ada, diberikanlah PB (pembebasan bersyarat) itu," kata Handoyo.

Handoyo menyatakan, Kemenhuk dan HAM dapat mempertimbangkan rekomendasi KPK yang menolak pemberian asimilasi terhadap Hartati jika institusi hukum tersebut membalas surat dalam kurun 12 hari. Apabila syarat tersebut tak terpenuhi, ucap Handoyo, itu merupakan kewenangan Kemenhuk dan HAM untuk memutuskan sesuai ketentuan yang berlaku.

"Kalau KPK tidak setuju, ya kita tidak laksanakan. Artinya, sebagai pemohon, kita kan bisa jalankan sesuai ketentuan," kata Handoyo.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia membatalkan pembebasan bersyarat yang diberikan kepada Hartati. Menurut dia, pemberian pembebasan bersyarat tersebut seharusnya batal demi hukum karena tidak sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam undang-undang.

Di sisi lain, Kementerian Hukum dan HAM menyatakan bahwa pemberian pembebasan bersyarat kepada Hartati sudah sesuai dengan prosedur. Menurut Kepala Subdit Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Akbar Hadi, mereka yang terkait tindak pidana dan sudah menjalani dua pertiga masa tahanan dimungkinkan diberikan pembebasan bersyarat selama berkelakuan baik, membayar uang pengganti atau denda yang diatur pengadilan, dan mendapat rekomendasi dari penegak hukum atau Dirjen Pemasyarakatan.

Sejak tanggal 23 Juli 2014, kata Akbar, Hartati telah menjalani dua pertiga masa pidana dan tidak pernah mendapatkan keringanan masa hukuman. Hartati mulai ditahan di Rutan Pondok Bambu pada 12 September 2012. Pada 4 Februari 2013, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider kurungan 3 bulan penjara kepada Hartati.

Hartati terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan memberikan uang senilai total Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com