JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Handoyo Sudrajat mengatakan, Kemenhuk dan HAM telah menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi untuk meminta rekomendasi pemberian asimilasi berupa pembebasan bersyarat kepada Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation, Hartati Murdaya. Namun, kata Handoyo, KPK baru membalas surat tersebut setelah lewat batas waktu pemberian rekomendasi, yakni 12 hari.
"Kita kan sudah memenuhi prosedural, minta pendapat KPK sesuai ketentuan dalam waktu 12 hari. Tapi, jawaban itu diberikan setelah habis 12 hari," ujar Handoyo saat dihubungi Kompas.com, Rabu (3/9/2014).
Handoyo mengatakan, Kemenhuk dan HAM mengirim surat kepada KPK pada 30 Juni 2014. Namun, kata Handoyo, surat balasan dari KPK baru diterima Kemenhuk dan HAM pada 16 Juli 2014. Handoyo mengatakan, saat itu Kemenhuk dan HAM telah memutuskan untuk memberikan pembebasan bersyarat kepada Hartati.
"Kan mestinya cukup waktu untuk menjawab dan memproses. Dengan munculnya hak itu harus menyatakan sesuai ketentuan yang ada, diberikanlah PB (pembebasan bersyarat) itu," kata Handoyo.
Handoyo menyatakan, Kemenhuk dan HAM dapat mempertimbangkan rekomendasi KPK yang menolak pemberian asimilasi terhadap Hartati jika institusi hukum tersebut membalas surat dalam kurun 12 hari. Apabila syarat tersebut tak terpenuhi, ucap Handoyo, itu merupakan kewenangan Kemenhuk dan HAM untuk memutuskan sesuai ketentuan yang berlaku.
"Kalau KPK tidak setuju, ya kita tidak laksanakan. Artinya, sebagai pemohon, kita kan bisa jalankan sesuai ketentuan," kata Handoyo.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia membatalkan pembebasan bersyarat yang diberikan kepada Hartati. Menurut dia, pemberian pembebasan bersyarat tersebut seharusnya batal demi hukum karena tidak sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam undang-undang.
Di sisi lain, Kementerian Hukum dan HAM menyatakan bahwa pemberian pembebasan bersyarat kepada Hartati sudah sesuai dengan prosedur. Menurut Kepala Subdit Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Akbar Hadi, mereka yang terkait tindak pidana dan sudah menjalani dua pertiga masa tahanan dimungkinkan diberikan pembebasan bersyarat selama berkelakuan baik, membayar uang pengganti atau denda yang diatur pengadilan, dan mendapat rekomendasi dari penegak hukum atau Dirjen Pemasyarakatan.
Sejak tanggal 23 Juli 2014, kata Akbar, Hartati telah menjalani dua pertiga masa pidana dan tidak pernah mendapatkan keringanan masa hukuman. Hartati mulai ditahan di Rutan Pondok Bambu pada 12 September 2012. Pada 4 Februari 2013, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider kurungan 3 bulan penjara kepada Hartati.
Hartati terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan memberikan uang senilai total Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.