Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Pembebasan Bersyarat Hartati Tak Sejalan dengan Semangat yang Digaungkan SBY

Kompas.com - 01/09/2014, 10:54 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi mengatakan, pembebasan bersyarat yang diberikan Kementerian Hukum dan HAM kepada terpidana kasus suap Bupati Buol, Hartati Murdaya, tidak menunjukkan upaya pemberantasan korupsi seperti yang digaungkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Dalam pidato kenegaraannya pada 15 Agustus 2014, SBY mengklaim akan menjadi yang terdepan dalam memberantas korupsi.

"Pemberian PB (pembebasan bersyarat) ini tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi yang sudah digaungkan Presiden SBY," ujar Johan melalui pesan singkat, Senin (1/9/2014).

Johan mengatakan, KPK tidak memberikan rekomendasi atas pemberian pembebasan bersyarat kepada Hartati. Ia menambahkan, justru KPK telah mengirim surat kepada Kemenhuk dan HAM untuk menolak pembebasan bersyarat tersebut.

"KPK sudah mengirim surat menolak dan tidak memberikan rekomendasi itu," kata Johan.

Kendati demikian, kata Johan, pemberian pembebasan bersyarat kepada Hartati sepenuhnya merupakan kebijakan Kemenhuk dan HAM sesuai peraturan yang dimiliki instansi tersebut.

"Kewenangannya ada di Kumham (Kemenhuk dan HAM) soal itu," kata Johan.

Seperti diberitakan, Kemenhuk dan HAM dalam siaran persnya memastikan bahwa pemberian pembebasan bersyarat sudah sesuai prosedur. Sejak 23 Juli 2014, Hartati telah menjalani dua pertiga masa pidana dan tidak pernah mendapatkan remisi.

Pemberian pembebasan bersyarat ini telah melalui sidang tim pengamat pemasyarakatan, baik tingkat UPT (Rutan Pondok Bambu), tingkat wilayah (Kanwil Kemenhuk dan HAM DKI Jakarta), ataupun pusat (Ditjen Pas).

Hartati adalah Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation dan PT Cipta Cakra Murdaya. Dia tersangkut perkara pemberian suap senilai Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan. Hartati mulai ditahan pada 12 September 2012.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan penjara pada 4 Februari 2013.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com