Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saksi Prabowo Minta MK Diskualifikasi Kemenangan Jokowi-JK

Kompas.com - 15/08/2014, 16:34 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Saksi yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Marwah Daud Ibrahim, meminta Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menetapkan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2014-2019.

Marwah melontarkan permintaan itu karena menganggap hasil Pilpres 2014 dihasilkan dari daftar pemilih tetap (DPT) yang cacat.

"Akibat DPT (daftar pemilih tetap) 'oplosan', kami usulkan Mahkamah mendiskualifikasi capres terpilih," kata Marwah dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Gedung MK, Jakarta, Jumat (15/8/2014).

Marwah menjelaskan, argumentasinya itu dapat ia buktikan melalui beberapa langkah. Salah satunya adalah melalui pembuktian dan audit forensik. Ia menyatakan memiliki tim yang mampu melakukan itu dengan catatan diberikan izin oleh pihak yang berwenang.

"Semua ada jejak informasinya," ucap Marwah.

Langkah kedua, kata Marwah, pembuktian dapat dilakukan melalui pembentukan panitia khusus (pansus) kecurangan pemilu presiden di parlemen. Usulan pembentukan pansus kecurangan pemilu di DPR masih menuai pro dan kontra.

Setelah meminta membatalkan keputusan KPU, Marwah juga meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengambil sikap dan menyatakan darurat pemilu. Ia menganggap Presiden SBY harus ambil bagian dalam sengketa hasil pilpres dengan membangun pusat data dan memberi penjelasan mengenai masalah yang terjadi.

"Lakukan pemilu ulang karena dari segi waktu dan anggaran, semuanya ada," ungkapnya.

Sebelumnya, Marwah membeberkan data yang ia temukan terkait jumlah daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) di seluruh TPS di Indonesia. Jumlah DPKTb yang seharusnya hanya 3,8 juta membengkak menjadi 10,55 persen dari jumlah DPT nasional atau sekitar 19 juta pemilih.

"Ibarat pesawat, pemilih 'oplosan' ini seperti mesin pesawat yang rusak dan KPU sebagai pilotnya gagal," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com