Meski ia berada dalam konteks politik, MK adalah pengadilan yang memiliki hukum acara yang jelas untuk menjaga integritas dan profesionalitas putusan nantinya. Retorika politik tidak "berharga" dalam sidang pengadilan. Dokumen, saksi, dan alat bukti lainnya akan diperiksa dengan tata cara yang ketat.
Penentu masa depan
MK saat ini ada di panggung politik yang riuh dan panas. Dengan jutaan pasang mata yang menyoroti, legitimasi MK akan diuji. Sementara baru beberapa minggu lalu bekas Ketua MK Akil Mochtar dihukum pidana penjara seumur hidup oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Tak pelak, kecurigaan dan kekhawatiran mewarnai pemeriksaan di MK.
Kabar baiknya, kita semua bisa melihat dengan jelas proses persidangan nantinya karena hanya rapat para hakim dalam menentukan putusan yang tertutup untuk umum. Klaim penghitungan dan kecurangan nantinya tak hanya dinilai oleh hakim, tetapi juga dilihat oleh publik.
Ditambah lagi, inisiatif publik yang luar biasa dalam mengawal pilpres kali ini juga membuat data dan informasi tersedia sehingga ada data pembanding yang memadai bagi jutaan mata yang mengawasi. Inilah konteks politik penting yang harus dilihat MK dan para juris.
Putusan apa pun yang dihasilkan akan terus menjadi bahan diskusi dan tidak akan memuaskan semua pihak. Namun, dengan panggung politik yang penuh informasi dan ramai oleh pemilih yang makin sadar akan haknya, MK tidak punya pilihan lain, selain menjaga profesionalitas dan integritasnya. Yang dipertaruhkan di sini tak hanya legitimasi MK, tetapi juga masa depan demokrasi di Indonesia.
Bivitri Susanti
Kandidat Doktor Ilmu Hukum, University of Washington, Seattle, AS