KOMPAS.com - Lebaran tidak hanya berdimensi religi, tetapi juga berdimensi sosial, budaya, dan politik. Momentum ini patut kita sambut dengan sukacita sekaligus ajang rekonsiliasi bagi seluruh warga negeri ini.
Menjelang Lebaran, jutaan warga menjalani tradisi mudik, pulang ke kampung halaman. Tak peduli dengan kemacetan, keselamatan, dan perjuangan yang melelahkan, mereka larut dalam kegembiraan menyambut datangnya Lebaran. Dengan momentum ini, mereka bisa bertemu sanak keluarga, tetangga, kampung, dan asal-usulnya.
Kita patut bersyukur Lebaran yang dinantikan hadir bersamaan usainya Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 yang prosesnya cukup menegangkan akibat ketatnya persaingan. Dengan merayakan Lebaran, kita harapkan ketegangan selama pilpres semakin berkurang dan perbedaan dalam pilihan politik semakin dilupakan.
Proses pilpres yang dimulai saat kampanye, pencoblosan, dan penghitungan suara cukup menguras energi serta memendam emosi yang kadang membara. Pesta demokrasi yang seharusnya memperkuat persatuan malah nyaris menciptakan perpecahan. Perbedaan pandangan dan pilihan tidak hanya pada kalangan jenderal purnawirawan, tokoh agama, pekerja seni, anak muda, tetapi merasuk pula ke ranah rumah tangga. Mereka terbelah sebagai pendukung calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 dan nomor urut 2.
Dengan datangnya Lebaran, sudah seharusnya kita melupakan nomor 1 dan nomor 2. Momentum Lebaran harus kita maknai untuk saling memaafkan dan melupakan perbedaan yang ada, sekaligus mempersatukan kembali seluruh warga yang sempat terbelah saat pelaksanaan Pilpres 2014. Kita harus kembali bersatu untuk Indonesia yang lebih baik.
Sama halnya dengan Lebaran, selesainya pelaksanaan Pilpres 2014 juga harus kita sambut dengan kegembiraan dan optimisme baru datangnya perubahan menuju Indonesia yang lebih baik. Pelaksanaan pilpres yang lancar dan damai adalah modal pertama untuk membawa perubahan. Cita-cita presiden terpilih untuk berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya diharapkan bisa segera terwujud.
Dengan momentum Lebaran, kita dengan mudah mendapatkan warga saling memaafkan dan melupakan perbedaan yang ada selama ini. Di hari raya ini, terbangun rasa kasih sayang dan persaudaraan, sekaligus tertanam niat tulus untuk menghilangkan rasa dengki, rasa dendam, rasa sombong, dan rasa bangga terhadap apa yang kita miliki selama ini.
Kita berharap para pemimpin bangsa dan elite politik di negeri ini bisa menjadi contoh teladan untuk membangun persatuan. Alangkah indahnya apabila mereka melupakan persaingan selama pilpres, saling menghormati dan menghargai, bersilaturahim, serta membangun rekonsiliasi yang memberi semangat dan optimisme baru bagi seluruh warga Indonesia.
Kita buka lembaran baru yang masih putih dan kita tutup lembaran lama yang mungkin banyak noda. Dengan mengucapkan minal aidin walfaizin, mohon maaf lahir dan batin, kita jadikan Lebaran tahun ini sebagai ajang silaturahim untuk meminta maaf dan memaafkan. Kita kembali ke jiwa yang suci. (Rusdi Amral)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.