Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarawan Kritisi Anak-anak Muda yang Gaya-gayaan Pakai Simbol Nazi

Kompas.com - 26/06/2014, 11:43 WIB

 


Kemunculan kembali simbol-simbol Nazi di kalangan anak muda Indonesia, menurut seorang sejarawan, karena mereka tidak memahami sejarah kekejaman Nazi dan ideologi fasis yang melatarinya.

Hal ini diutarakan sejarawan Bonny Triyana menanggapi kostum musisi Ahmad Dhani di video klip kampanye Prabowo Subianto-Hatta Radjasa, yang dianggap mirip seragam komandan pasukan elit Nazi, Schutzstaffel, SS, Heinrich Himmler.

"Tidak ada pengetahuan di masyarakat, khususnya generasi muda, tentang fasisme dan nazi-isme," kata sejarawan Bonny Triyana kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Rabu (25/6/2014) kemarin.

Bonny menduga, Ahmad Dhani tidak memahami latar belakang sejarah di balik berdirinya Partai Nazi pada tahun 1930-an di Jerman, ideologi Fasis yang melatarinya, serta kekejaman yang diakibatkannya.

"Barangkali untuk gaya-gayaan saja," katanya.

Sebelumnya, kubu Prabowo-Hatta Radjasa mengatakan, kostum musisi Ahmad Dhani dalam video klip itu merupakan ekspresi seni semata.

"Kita harus melihatnya dari ranah seni, jangan dari ranah yang lain," kata juru bicara tim pemenangan Prabowo-Hatta Radjasa, Sudrajat, kepada BBC Indonesia.

"Paham Nazi bisa tumbuh subur (di Indonesia), kalau orang nggak ngerti. Lama-lama paham itu bisa tindakan. Itu yang bahaya," kata Bonny.

Sudrajat juga mengatakan penampilan Dhani mengenakan kostum tersebut tidak berarti dia mendukung ideologi dan tindakan Partai Nazi selama Perang Dunia II. "Itu cuma dekorasi saja," katanya lagi.

Bisa berbahaya

Video klip Ahmad Dhani tersebut telah mengundang perhatian media Jerman, Der Spiegel, yang menyebut kemeja yang dikenakan Dhani mirip seragam Komandan Satuan Elite Nazi, Schutzstaffel SS, Heinrich Himmler.

Belakangan masyarakat Indonesia, melalui media sosial seperti Facebook dan Twitter, menjadikan 'kostum Nazi' Ahmad Dhani sebagai topik pembicaraan.

Sebagian mereka mengkritiknya, namun tidak sedikit pula yang membelanya, antara lain ketika ada yang mengkaitkannya dengan kampanye kubu Prabowo Subianto-Hatta Radjasa.

"Pihak yang bersaing selalu mencari celah-celah untuk mendeskreditkan (kubu Prabowo-Hatta Radjasa)," kata Sudrajat, juru bicara tim sukses Prabowo Subianto.

Sejarawan Bonny Triyana mengatakan, walaupun ide penggunaan kostum Nazi ala Dhani Ahmad itu semata gaya-gayaan, dia mengkhawatirkan dampak jangka panjangnya.

"Paham Nazi bisa tumbuh subur (di Indonesia), kalau orang nggak ngerti. Lama-lama paham itu bisa tindakan. Itu yang bahaya," kata Bonny.

Cafe simbol Nazi

Menurut sejarawan UI ini, persoalan ini masuk kategori berbahaya. "Kalau mereka mengaku dengan sadar sebagai fasis," ujar dia.

Gagasan fasisme, lanjut Bonny, biasanya ditandai sikap tidak mau menerima perbedaan, menganggap dirinya paling benar, serta menganggap pihaknya paling benar.

Dia mengharapkan agar generasi muda perlu diberi materi sejarah tentang fasisme dan nazi-isme serta kekejaman yang pernah mereka praktekkan di Perang Dunia II, agar mereka memahami.

Kontroversi pemunculan simbol Nazi Jerman, sebelumnya, sempat mencuat ketika sebuah kafe di Bandung memasang simbol-simbol Nazi di ruangan interiornya.

Setelah sempat ditutup setahun lalu karena menuai kontroversi, pemilik kafe itu membuka kembali aktivitasnya dan memasang simbol-simbol Nazi Jerman di ruangan interiornya.

Henry Mulyana, pemilik restoran itu menegaskan, dia tidak berniat menyebarkan paham Nazi atau memuja Nazi.

"Yang kami angkat adalah sejarah perang dunia, bukan khusus Nazi-nya. Nazi itu kan bagian dari sejarah juga," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com