Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggoro Widjojo Dituntut 5 Tahun Penjara

Kompas.com - 18/06/2014, 18:30 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilik PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan penjara dalam kasus dugaan suap proyek revitalisasi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan. Jaksa menilai Anggoro terbukti menyuap Menteri Kehutanan saat itu MS Kaban, Ketua Komisi IV DPR periode 2004-2009 Yusuf Erwin Faisal,  dan Sekretaris Jenderal Kemenhut saat itu Boen Purnama.

"Menuntut supaya majelis hakim pengadilan korupsi memutuskan anggoro terbukti secara sah dan meyakinkan bersala melakukan tindak pidana korupsi," ujar Jaksa Andi Suharlis saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (18/6/2014).

Tidak ada pertimbangan yang meringankan tuntutan Anggoro. Ia dituntut hukuman maksimal sebagaimana Pasal 5 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Adapun, hal-hal yang memberatkan yaitu, Anggoro dinilai telah menghambat program pemerintah memberantas korupsi. Anggoro juga pernah melarikan diri ke luar negeri sehingga mengganggu proses hukum dan tidak mengakui perbuatannya.

Jaksa menilai Anggoro terbukti bersalah sebagaimana dakwaan primer. Uang yang diberikan Anggoro kepada pejabat Kemenhut dan anggota DPR yaitu senilai Rp 210 juta,  dollar Singapura, 20.000 dollar AS dan uang tunai Rp 925,900 juta. Selain itu berupa barang, yaitu 2 unit lift untuk menara dakwah.

Dalam pandangan jaksa, uang suap itu diberikan terkait pemberian rekomendasi atau pengesahan rancangan pagu bagian anggaran 69 program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kementerian Kehutanan tahun 2007 senilai Rp 4,2 triliun. Adapun, proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) senilai Rp 180 miliar termasuk dalam program rancangan anggaran itu.

Perbuatan itu dilakukan Anggoro dengan memerintahkan anaknya David Angka Widjaja pada 26 Juli 2007 untuk menyerahkan sejumlah uang kepada Yusuf.

David menyerahkan uang itu kepada bagian sekretariat Komisi IV DPR, Tri Budi Utami. Selanjutnya, Tri memberikan uang kepada Yusuf yang kemudian dibagikan Yusuf ke beberapa anggota Komisi IV DPR, yaitu Suswono Rp 50 juta, Muhtarudin Rp 50 juta dan Nurhadi Rp 5 juta.

Pemberian berikutnya, Yusuf kembali membagikanya ke anggota Komisi IV DPR, yaitu Fahri 30.000 dollar AS, Azwar 50.000 dollar AS, Muhtarudin 30.000 dollar AS dan Sujud Rp 20 juta.

Untuk mendapat proyek SKRT, lanjut Jaksa Anggoro juga meminta anak buahnya, Putranefo, mendekati pejabat Kemenhut.

Saat itu, Putranefo mendekati Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Dephut Wandjojo Siswanto, Kasubag Sarana Khusus Biro Umum Dephut Joni Aliando, Kabag Perlengkapan Biro Umum Kemenhut Aryono, dan Boen.

Menurut Jaksa, Anggoro juga terbukti memberikan uang kepada Wandjojo yang merupakan penyelenggara negara.

Atas usulan Wandjojo, akhirnya MS Kaban menetapkan PT Masaro Radiokom sebagai pemenang proyek SKRT tahun 2007.

Uang ke MS Kaban

Jaksa juga menyatakan Anggoro terbukti memberikan sejumlah uang untuk Kaban. Pemberian itu dibuktikan dengan adanya rekaman percakapan telepon antara Anggoro dan Kaban, meskipun dibantah keduanya.

Jaksa menjelaskan, berdasarkan keterangan saksi ahli suara Joko Sarwono, suara rekaman telepon identik dengan suara asli Anggoro dan Kaban.

Bukti lain yang meyakinkan jaksa yaitu, Anggoro sebelumnya mengakui nomor teleponnya ketika berbicara dengan Yusuf dan Muhtarudin. Nomowr telepon itu lah yang juga digunakan saat berbicara dengan Kaban.

"Disimpulkan ada upaya terdakwa menutupi perbuatan terdakwa dan MS Kaban," kata Jaksa.

Uang yang diberikan secara bertahap kepada Kaban, di antaranya 15.000 dollar AS, 10.000 dollar AS dan 20.000 dollar AS, 40.000 dollar singapura, dan travel cheque Rp 50 juta.

Selain itu, dua unit lift seharga 58,581 ribu dollar AS yang diberikan Anggoro juga disebut atas permintaan Kaban.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com