Menghadapi fenomena maraknya kampanye hitam, 38,5 persen responden mengatakan kampanye negatif yang dilancarkan kepada para capres sekarang masih bisa ditoleransi. Sementara hampir 50 persen responden menganggap serangan-serangan kepada pribadi para capres yang dilakukan melalui kampanye hitam sudah berlebihan.
Artinya, kampanye hitam yang tumbuh subur pada masa pra-kampanye akan meninggalkan kesan buruk di dalam pikiran rakyat tentang calon pemimpin bangsa sebelum mereka menentukan pilihan. Kebebasan dalam menyampaikan materi kampanye yang terkesan kebablasan juga berpotensi menyulut kebencian, baik terhadap capres maupun antarpendukung capres. Situasi inilah yang membuat kampanye hitam harus dikontrol untuk menyelamatkan seluruh komponen bangsa ini dari sentimen-sentimen negatif pilpres.
Dari jajak pendapat juga terungkap, tingkat ketertarikan publik terlibat dalam kampanye pilpres relatif rendah. Dua dari tiga responden mengaku tidak tertarik mengikuti kampanye, bahkan untuk kampanye yang diselenggarakan capres pilihan mereka.
Hanya 30 persen responden yang antusias terhadap kampanye pilpres. Responden yang antusias mayoritas menjawab akan mengikuti kampanye melalui pemberitaan media massa dari media cetak dan elektronik.
Sisanya adalah responden yang akan menghadiri secara langsung dalam kampanye-kampanye terbuka yang menghadirkan capres pilihan mereka.
Antusiasme responden itu ternyata dilandasi rasa ingin tahu mereka terhadap visi-misi dan sosok para capres. Jumlah responden yang tertarik mengetahui lebih jauh visi-misi capres pilihan mereka selama masa kampanye ini 41,4 persen. Sementara responden yang tertarik dengan sosok capres sebesar 37,9 persen.
Bawa dampak
Kampanye hitam atau kampanye negatif yang sejatinya bertujuan mendiskreditkan lawan politik sudah pasti akan membawa dampak panjang bagi para capres dan pendukungnya.
Fenomena saling serang dengan kampanye hitam ini bisa mengancam kehidupan bersama bangsa Indonesia. Ini karena isu SARA yang diangkat sebagai materi kampanye menyinggung secara langsung realitas kehidupan bersama bangsa Indonesia. Masyarakat akan terbelah ke dalam kelompok berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Masyarakat khawatir
Ancaman ini juga dirasakan oleh publik. Jajak pendapat kali ini merekam kekhawatiran responden bahwa kampanye hitam atau kampanye negatif akan mengancam kerukunan hidup di masyarakat.
Lebih dari separuh bagian (55,5 persen) responden khawatir kampanye hitam yang dilakukan menyerang para capres bisa mengancam keamanan selama proses pemilihan presiden berjalan. Secara emosional, kampanye hitam juga berpotensi memicu kebencian antarpendukung capres. Sebagian besar (61,6 persen) responden khawatir dengan hal ini.
Bahkan lebih jauh, 64,0 persen responden menuturkan, kampanye hitam yang kian gencar dilakukan bisa memicu konflik terbuka antarpendukung capres. Jika ini yang terjadi, tidak mustahil konflik ini akan melebar dan bisa memicu gejolak politik yang lebih besar lagi.
Lebih dari separuh bagian (58,3 persen) responden khawatir kampanye hitam bisa mengancam persatuan bangsa.
Kekhawatiran ini mencuat karena isu-isu yang diangkat dalam kampanye hitam sudah melibatkan sentimen-sentimen kelompok yang berbasis pada rasa primordial dan fanatisme kepada capres.
Sentimen primordial yang negatif akan memicu kebencian terhadap kelompok tertentu. Jika kampanye hitam dibiarkan terus tanpa kontrol, efeknya akan panjang dan berdampak pada rusaknya sendi-sendi persatuan bangsa Indonesia. (Sultani/Litbang Kompas)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.