Dalam bahasa agama, Said mengatakan hubungan seksual sejenis dan menggunakan anus itu disebut sebagai liwat. "Liwat sudah ada sejak zaman Nabi Luth, yang mana sebagai hukumannya Allah membalik bumi dan semua umat yang melakukannya binasa," kata Said dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (8/5/2014).
Kisah yang dinukil Said terjadi di wilayah bernama Sodom dan Gomorah, yang oleh para ahli kontemporer diperkirakan lokasinya berada di Lembah Siddim di sekitar Laut Mati. Setidaknya Injil dan Al Quran memuat kisah tersebut. "Demikian juga sekarang, aparat harus menghukum seberat-beratnya pelaku liwat," imbuh Said.
Hukuman berat ini, kata Said, bertujuan agar pelaku kejahatan seksual merasakan efek jera dan supaya perbuatannya tidak menjadi contoh bagi masyarakat. Terkait fenomena kejahatan seksual yang belakangan marak, Said tidak sependapat bila hal itu disebut sebagai akibat pengaruh lingkungan era modern saat ini.
Menurut Said, kejahatan seksual muncul karena pelaku memang mengalami gangguan psikologis. "Bermula dari gangguan psikologis pelakunya, menjalar di masyarakat, dan menjadi gejala sosial. Makanya, agar liwat tidak menular ke masyarakat luas, pelakunya harus dihukum seberat-beratnya."
Kasus kejahatan seksual belakangan kembali mencuat. Di antara kasus-kasus itu adalah kejahatan seksual di sekolah internasional JIS di Jakarta hingga kejadian di Sukabumi, Jawa Barat. Di Sukabumi, 120 anak diduga telah menjadi korban kejahatan seksual oleh Andri Sobari alias Emon (24). Kasus lain pun turut terungkap, seperti kasus di Kalimantan Timur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.