Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Koalisi, Mengupas Penampakan Dominasi Jokowi dan Prabowo...

Kompas.com - 01/05/2014, 11:11 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — "Jangan pernah menaruh telur dalam satu keranjang" adalah adagium yang jamak di dunia investasi, berupa uang apalagi saham. Intinya, jangan berinvestasi dalam satu rupa instrumen demi menekan risiko dan mengoptimalkan peluang keuntungan. Namun, gelagatnya kalimat ini sekarang sudah berekspansi ke dunia politik Indonesia, terkait koalisi.

Menjelang Pemilu Presiden 2014, langkah partai politik justru semakin sulit ditebak. Pergerakannya begitu dinamis. Setiap kemungkinan manuver bisa terjadi dalam hitungan tersingkat waktu.

Perkiraan hasil Pemilu Legislatif 2014 menempatkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Gerakan Indonesia Raya, dan Partai Golongan Karya, sebagai tiga besar. Mereka bertiga pun digadang memimpin tiga poros dalam pemilu presiden.

Tak hanya punya perolehan suara signifikan, ketiga partai ini sudah pula punya bakal calon presiden yang akan diusung. Namun, belakangan para pengamat dan "penonton" melihat persaingan semakin mengerucut pada dua poros dan dua nama saja, PDI-P dan Gerindra, Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

Adapun Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang digadang menjadi bakal calon presiden dari partainya justru dianggap lemah elektabilitasnya. Belum lagi, selalu ada kegaduhan di internal partai beringin, termasuk belakangan muncul desakan untuk mengevaluasi pencalonan Aburizal, yang dinilai tak mendongkrak capaian pemilu legislatif.

Lalu, di mana posisi Partai Demokrat? Bagaimanapun, partai ini adalah pemenang dua pemilu terakhir. Tokoh sentral Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, mengatakan tak ingin tergesa-gesa menentukan langkah dan koalisi. Dia pun berucap partainya siap menjadi oposisi bila tak ada satu partai pun yang dianggap klop untuk berkoalisi.

Koalisi gemuk atau ramping?

Bila pada akhirnya pertarungan pemilu presiden hanya milik "Banteng" dan "Garuda", maka hampir pasti akan ada koalisi gemuk. Entah gemuk itu di poros PDI-P atau Gerindra.

Gerindra sudah gamblang menyatakan ingin membangun koalisi gemuk. Tujuannya agar ketika diberi kesempatan berkuasa, ada soliditas antara pemerintahan dengan parlemen.

Keinginan ini mulai diwujudkan Gerindra dengan mendekati Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan.

"Kami ingin koalisi sebesar-besarnya. Bukan hanya untuk pilpres, tapi jangka panjang agar pemerintahan dan parlemen bekerja solid," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon.

Sementara itu, PDI-P terlihat masih gamang. Dalam sebuah kesempatan, partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu lantang tak ingin membangun koalisi gemuk. Istilah yang dipakai saat itu "ingin membangun kerja sama politik ramping".

Pada awal pemunculannya, sikap PDI-P ini seolah memperlihatkan koalisi yang ingin mereka bangun tak akan melibatkan banyak partai. Apalagi mereka selalu menekankan tak mau terjebak politik pragmatis ataupun tersandera keharusan bagi-bagi kursi di kekuasaan.

Namun belakangan, Wakil Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan partainya tetap membuka pintu lebar untuk semua partai. Koalisi terbuka untuk siapa pun selama memiliki kesamaan paham dan bersesuaian dengan garis perjuangan PDI-P.

Menurut Hasto, definisi koalisi ramping PDI-P bukan dilihat dari ukuran atau jumlah partai yang bergabung di dalamnya. Dalam konteks partainya, ramping tersebut adalah dalam konteks ramping dari unsur kepentingan dan jauh dari praktik koruptif.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com