Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/04/2014, 07:20 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta akan membacakan vonis kasus dugaan suap proyek pembangungan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan terdakwa politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Izedrik Emir Moeis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (7/4/2014). Sidang vonis dijadwalkan berlangsung pukul 09.00 WIB.

Sebelumnya, pembacaan putusan dijadwalkan pada Kamis (3/4/2014) pekan lalu. Namun, sidang ditunda karena Emir menderita sakit jantung dan menjalani perawatan di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta. Kuasa hukum Emir, Erick S Paat pun mengatakan kliennya masih dirawat di rumah sakit. Belum dapat dipastikan apakah sidang hari ini kembali ditunda.

"Kami belum tahu perkembangan (kesehatan Emir). Enggak bisa spekulasi karena siapa tahu sudah siap sidang," terang Erick, saat dihubungi, Minggu (6/4/2014) malam.

Kuasa hukum lainnya, Yanuar Wasesa, mengatakan, kliennya siap mendengar putusan hakim. Menurutnya, Emir jatuh sakit bukan karena tidak siap mendengar vonis. Selama ditahan KPK, Emir sudah beberapa kali bolak-balik ke rumah sakit karena menderita sakit jantung.

"Sejak sebelum sakit Pak Emir sudah siap," kata Yanuar.

Yanuar juga berharap majelis hakim Tipikor akan menjatuhkan vonis seadil-adilnya. Menurut dia, dalam fakta persidangan tidak ada bukti kuat kliennya menerima uang dari PT Alstom Power Incorporated Amerika Serikat dan Marubeni Incorporate Jepang melalui Presiden Pacific Resources Inc. Pirooz Muhammad Sarafi terkait proyek PLTU Tarahan.

Dituntut 4 tahun penjara

Emir dituntut 4 tahun 6 bulan penjara dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Tarahan, Lampung. Jaksa menilai Emir selaku anggota Komisi VIII DPR saat itu terbukti menerima USD 357.000 dari PT Alstom Power Incorporated Amerika Serikat dan Marubeni Incorporate Jepang melalui Pirooz. Uang itu agar kedua perusahaan tersebut memenangi proyek PLTU Tarahan, Lampung, tahun 2004.

Jaksa penuntut umum KPK juga menuntut Emir dengan membayar denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan penjara. Jaksa menilai Emir terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kedua. Ia dianggap melanggar Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001. Jaksa menjelaskan, uang dari konsorsium Alstom ditransfer ke rekening perusahaan anak Emir yaitu PT Arta Nusantara Utama (ANU).

Emir membantah penerimaan uang terkait proyek PLTU Tarahan. Menurut Emir, uang itu terkait urusan bisnis pribadinya dengan Pirooz. Padahal, menurut Jaksa, Pirooz telah menjanjikan komisi pada Emir jika memenangkan perusahaan tersebut.

Jaksa menjelaskan, mulanya, pada 28 Juni 2001 PT PLN mengumumkan prakualifikasi proyek pembangunan PLTU di Tarahan Provinsi Lampung yang dibiayai bersama-sama Japan Bank for International Cooperation dan Pemerintah Indonesia. Untuk mendapatkan proyek tersebut, konsorsium Alstom Power Inc yang terdiri dari Alstom Power Inc AS, Marubeni Corp Jepang, dan Alstom Power Energy System Indonesia (ESI) melakukan pendaftaran untuk menjadi salah satu peserta lelang.

Pada Agustus 2001, panitia lelang PLTU mengumumkan hasil evaluasi prakualifikasi. Konsorsium Alstom Power Inc memenuhi persyaratan. Setelah itu, petinggi Alstom Power Inc, David Gerald Rothschild, melalui Development Director Alstom Power ESI, Eko Sulianto, menemui Emir untuk meminta bantuan agar konsorsium Alstom Power Inc memenangi lelang proyek PLTU.

Emir disebut secara terbuka menanyakan keuntungan finansial apa yang akan didapatnya jika setuju membantu Alstom dalam memenangi proyek PLTU Tarahan. Akhirnya pada 6 Mei 2004, konsorsium Alstom Power Inc diputuskan sebagai pemenang lelang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soroti Ketimpangan, Megawati: Bisa Beli Handphone, tapi Risma Nangis Ada Juga yang Tinggal di Kandang Kambing

Soroti Ketimpangan, Megawati: Bisa Beli Handphone, tapi Risma Nangis Ada Juga yang Tinggal di Kandang Kambing

Nasional
Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Rakernas Beri Gambaran Sikap Politik PDIP

Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Rakernas Beri Gambaran Sikap Politik PDIP

Nasional
Sambut Pilkada 2024, Megawati Minta Kader PDIP Turun ke Akar Rumput

Sambut Pilkada 2024, Megawati Minta Kader PDIP Turun ke Akar Rumput

Nasional
Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Nasional
Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak dan Cucu SYL di Persidangan

Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak dan Cucu SYL di Persidangan

Nasional
Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Nasional
Soal Jatah Menteri untuk Demokrat, Wasekjen: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo...

Soal Jatah Menteri untuk Demokrat, Wasekjen: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo...

Nasional
Rekomendasi Rakernas Kelima PDI-P, Megawati Diminta Kesediaannya untuk Kembali Jadi Ketum

Rekomendasi Rakernas Kelima PDI-P, Megawati Diminta Kesediaannya untuk Kembali Jadi Ketum

Nasional
Pertamina Patra Niaga Terus Tertibkan Operasional SPBE

Pertamina Patra Niaga Terus Tertibkan Operasional SPBE

Nasional
Megawati: Ada yang Lama Ikut Katanya Ibu Menghina Sebut Kader, Tahulah Siapa...

Megawati: Ada yang Lama Ikut Katanya Ibu Menghina Sebut Kader, Tahulah Siapa...

Nasional
Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Tunjukkan Sikap Legowo

Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Tunjukkan Sikap Legowo

Nasional
Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Nasional
Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Nasional
Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Nasional
Rakernas V PDI-P Rekomendasikan ke Fraksi DPR Dorong Kebijakan Legislasi Tingkatkan Kualitas Demokrasi Pancasila

Rakernas V PDI-P Rekomendasikan ke Fraksi DPR Dorong Kebijakan Legislasi Tingkatkan Kualitas Demokrasi Pancasila

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com