JAKARTA, KOMPAS.com —
  Rencana sejumlah kalangan untuk melaporkan sembilan hakim konstitusi ke Dewan Etik bakal mengalami kendala. Pasalnya, hingga akhir Januari ini Dewan Etik yang dibentuk Mahkamah Konstitusi belum bekerja.

”Itu belum clear lembaganya. Belum bekerja,” ujar salah satu anggota Dewan Etik yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Zaidun, Senin (27/1/2014) siang.

Pertengahan Desember 2013 lalu, MK membentuk Dewan Etik dan menunjuk tiga orang yang mewakili mantan hakim konstitusi, tokoh masyarakat, dan akademisi sebagai anggotanya. Mereka adalah Abdul Mukhtie Fadjar, Malik Madani, dan Zaidun. MK menyatakan Dewan Etik akan bekerja mulai Januari.

Namun, kerja Dewan Etik perlu disesuaikan kembali menyusul keputusan DPR mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang MK menjadi undang-undang. Perppu itu mengatur tentang Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) sebagai pengawas sekaligus pihak yang akan mengadili jika terdapat dugaan etik yang dilakukan hakim konstitusi. UU tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 itu memerintahkan kepada MK dan Komisi Yudisial untuk membentuknya.

Hingga kini, MK dan KY masih membahas draf peraturan bersama tentang kode etik hakim konstitusi dan MKHK. MK dan KY juga membahas posisi Dewan Etik dalam konteks pengawasan hakim MK.

Sabtu lalu, Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saefuddin menyarankan agar pemohon uji materi Undang-Undang Pemilu Presiden, Effendi Gazali, dan kuasa hukumnya, Wakil Kamal, melaporkan hakim MK ke Dewan Etik. Pelaporan itu penting dilakukan untuk mengklarifikasi dugaan pelanggaran etik yang dilakukan hakim MK terkait lamanya rentang waktu antara pengambilan putusan dengan pembacaan putusan.

Menurut dia, pelaporan tersebut penting demi mengembalikan kepercayaan publik terhadap integritas MK.

Seperti diketahui, MK baru membacakan putusan pemilu serentak pada 23 Januari 2014. Dalam salinan putusan disebutkan, putusan itu telah diambil dalam rapat permusyawaratan hakim pada 26 Maret 2013 atau 10 bulan sebelumnya.

Kuasa hukum pemohon, Wakil Kamal, mengungkapkan, dalam rentang waktu tersebut pihaknya pernah menyurati MK pada 20 Mei 2013, tetapi surat tersebut dijawab oleh panitera MK, Kasianur Sidauruk, melalui surat tertanggal 30 Mei 2013 bahwa perkara tersebut masih dibahas di dalam rapat permusyawaratan hakim yang berlangsung secara tertutup.

Wakil Kamal mengungkapkan, pihaknya hingga Senin ini belum memutuskan untuk membawa hakim MK ke Dewan Etik. Pihaknya masih mempertimbangkan dan menunggu perkembangan kasus selanjutnya.

Namun, ia cenderung untuk tidak melaporkan ke Dewan Etik karena khawatir menimbulkan prasangka atau dugaan bahwa pihaknya memiliki kepentingan tertentu atau terhadap calon tertentu jika membawa kasus tersebut ke Dewan Etik. (Susana Rita)