Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uji Materi UU Pilpres, Hakim MK Jangan Sampai Mendidihkan Suhu Politik

Kompas.com - 22/01/2014, 09:08 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Hakim Mahkamah Konstitusi, yang kini tinggal tersisa delapan orang, diingatkan jangan sampai membuat kegaduhan politik dalam memutuskan uji materi Undang-Undang Pemilu Presiden terkait dengan pelaksanaan pemilu serentak dan ambang batas pencalonan presiden.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo, Selasa (21/1), mengingatkan, pada saat ini saja sudah banyak permasalahan terkait daftar pemilih tetap, pengadaan kotak suara, serta anggaran pengamanan bagi Polri dan TNI yang sampai saat ini belum dicairkan.

”Tensi politik nasional akan langsung naik pada titik didih dan dimanfaatkan pihak-pihak tertentu yang ingin mengail di air keruh,” kata Tjahjo.

Diingatkan, jika pemilu presiden dan pemilu legislatif hendak diserentakkan harus lebih dulu ada sinkronisasi UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pileg dan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden.

Dicontohkan, ada perbedaan tahapan penghitungan dan rekapitulasi suara antara pileg dan pilpres. Dalam pileg, rekapitulasi suara dilakukan di tingkat desa (PPS), sedangkan dalam pilpres rekapitulasi dilakukan di TPS dan diteruskan ke PPK (kecamatan).

”Sekali kita masuk ke perubahan UU, maka ibarat membuka kotak Pandora” ujarnya.

Anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Golkar, Tantowi Yahya, berpandangan senada. Ia tidak setuju jika pemilu serentak diaplikasikan pada Pemilu 2014.

”Ibarat pertandingan sepak bola, pelaksanaan pemilu tahun ini tinggal menunggu kick off (awal pertandingan). Apa yang sudah diatur dan disiapkan lama itu saja yang dijalankan,” kata Tantowi.
Sidang pendahuluan

Kemarin, MK menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan permohonan uji materi UU Pilpres Pasal 3 Ayat (5), Pasal 9, Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112 yang diajukan Yusril Ihza Mahendra. Sidang dipimpin hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi dengan hakim anggota Maria Farida Indrati dan Harjono.

Namun, sebelum masuk ke materi perkara, Fadlil sempat menanyakan sikap Yusril mengingat putusan serupa sudah akan dikeluarkan MK terkait dengan uji materi yang diajukan Effendi Gazali pada Kamis (23/1).

Mengingat putusan pengujian UU bersifat erga omnes, maka berlaku untuk seluruh warga negara meski dimintakan oleh perorangan atau badan hukum tertentu. Namun, Yusril meminta MK tetap melanjutkan pemeriksaan perkaranya karena pasal yang diujinya berbeda.

”Saya juga tidak ingin kalau permohonan saya dikabulkan, harus menunggu DPR dan Presiden mengubah UU,” kata Yusril.

Sementara itu, Effendi Gazali memiliki harapan lain. Apabila MK mengabulkan permohonannya, dia berharap tetap menyesuaikan dengan persiapan pemilu yang tengah berlangsung. Jika KPU menilai pileg tidak bisa lagi disatukan ke pilpres di 2014, tetap dilaksanakan sesuai jadwal. Namun, semua parpol bisa mengajukan capres untuk pemilu presiden. Kemudian, pada 2019, dilaksanakan pemilu serentak secara murni. ”Semoga MK memutus yang terbaik,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com