Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal "Peduli" Dadakan di Lokasi Bencana...

Kompas.com - 22/01/2014, 06:31 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Bencana alam mulai dari erupsi gunung berapi hingga banjir terjadi serentak di sejumlah daerah di Indonesia. Ribuan warga mengungsi dengan fasilitas seadanya, jatuh pula korban jiwa, tak terhitung juga kerugian harta benda.

Kondisi prihatin yang dirasakan para korban bencana ini menggerakkan banyak kalangan. Tak terkecuali partai politik dan para calon anggota legislatif yang kemudian berlomba-lomba menyalurkan bantuan.

Tindakan tersebut tentu saja patut diapresiasi. Namun, tanda tanya besar muncul ketika kemudian bendera dan simbol-simbol politik bermunculan pula dari partai dan para calon anggota legislatif itu, mulai dari sekadar stiker, spanduk, hingga pengibaran bendera.

Pemandangan posko pengungsi pada hari-hari ini sudah seperti sebuah tempat konferensi dengan jajaran bendera para delegasi. Bahkan ada pula calon anggota legislatif yang membagikan biskuit bagi ibu hamil dan balita dengan embel-embel stiker di kemasan biskuit, bertuliskan pesan bahwa biskuit itu adalah hasil perjuangannya.

Muncullah pertanyaan besar itu. Pantaskan partai politik dan para calon anggota dewan yang terhormat ini berkampanye di tengah keprihatinan para korban bencana?

Ketua DPR Marzuki Alie tertawa kecil saat ditanya soal fenomena tersebut. Menurut Marzuki, menjadi calon anggota legislatif memang serba salah. Jika tidak turun ke dapil, maka masyarakat akan bertanya di mana para wakil rakyatnya. “Tapi kalau kita turun pakai atribut, diprotes. Jadi serba susah. Kalau tidak pakai atribut, ya tidak dikenal dong,” ujar Marzuki.

Penggunaan atribut kampanye di lokasi bencana memang cukup menyita perhatian. Mau tidak mau, para korban bencana pasti akan menoleh ke arah spanduk-spanduk besar yang dipasang para calon anggota legislatif maupun partai.

Tak kurang Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pun sempat tertegun manakala melihat perahu karet dengan foto calon anggota legislatif saat mendatangi lokasi banjir di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat. Perahu itu memasang foto ukuran besar calon anggota legislatif dari PDI Perjuangan, Effendi Simbolon.

Memoles citra

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, fenomena yang terjadi sekarang memunculkan kesan rasa peduli dadakan di tengah momentum bencana alam. Namun, Lucius menilai kepedulian itu bukan buah dari rasa empati mendalam terhadap nasib para korban banjir.

“Motivasi parpol dan calon anggota legislatif tidak murni karena niat tulus membantu korban banjir. Niat sesungguhnya tentu terkait dengan pelaksanaan Pemilu 2014 yang tak lama lagi digelar. Parpol-parpol ini ingin nampak prorakyat di masa kampanye agar bisa dipilih dalam pemilu nanti,” papar Lucius.

Menurut Lucius, partai-partai politik ini seolah lupa mereka juga turut berperan dalam persoalan bencana alam, seperti banjir di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, maupun Sulawesi Utara. Kepala daerah hingga para menteri yang bertanggung jawab mengatasi persoalan ini adalah orang-orang dari partai politik.

Karenanya, kata Lucius, sangat aneh saat melihat partai politik baru hadir ketika banjir sudah menerjang rumah warga. Dia berpendapat kondisi tersebut semakin menegaskan sifat partai politik yang serba instan dan belum berubah dari ciri oportunisnya.

“Tanpa mengabaikan sumbangsih untuk korban banjir dari parpol ini, kami tetap menilai aksi mereka yang menyemaraki daerah banjir dengan pondok berhias ciri khas partai adalah tipu muslihat,” kecam Lucius.

Masyarakat tak teperdaya

Fakta bahwa bencana menjadi cara bagi calon anggota legislatif dan partai politik memoles citra seolah merendahkan masyarakat. Kental nuansa, masyarakat seakan bakal terbawa suasana romantis sesaat yang disuguhkan dari panggung derita yang ditampilkan bak panggung pesona citra.

Partai politik dan calon anggota legislatif ini serasa menjadikan para korban sebagai obyek tipu daya. Namun, nyatanya, masyarakat kian cerdas. Bahkan saat cobaan mendera, sekarang masyarakat pun lebih waspada agar jangan sampai menjadi batu pijakan pencitraan.

Para korban banjir di kawasan Rawajati, Jakarta Selatan, misalnya. Mereka berhati-hati setiap kali menerima bantuan. Ketua RT 03/7 Rawajati, Ngadiyono, menuturkan warga mengaku khawatir dimanfaatkan menjadi pendulang suara untuk Pemilu 2014 mendatang.

Ngadiyono mengatakan, dia akan tetap menerima bantuan dari calon anggota legislatif ataupun partai politik. Namun, ada syaratnya. Tak boleh ada identitas calon anggota legislatif maupun partai politik dalam bantuan-bantuan tersebut.

Sebuah contoh diceritakan Ngadiyono. Pada Selasa (14/1/2014), sebuah partai politik datang membawa bantuan. Posko pun didirikan untuk menyalurkan bantuan, baik obat maupun makanan. Namun, posko itu tak bertahan lebih dari satu hari karena warga sepakat menolak kehadiran posko penuh atribut partai tersebut. Posko pun dibongkar sehari setelah dipasang.

Tak hanya atribut partai dan calon anggota legislatif yang kerap ditemui di posko pengungsi. Banyak cara ditempuh para calon anggota legislatif untuk "berkampanye" di lokasi bencana. Kejadian melibatkan calon anggota legislatif dari Partai Keadilan Sejahtera, Wirianingsih, adalah salah satunya.

Wirianingsih menggunakan biskuit untuk ibu hamil dan balita yang sebenarnya adalah pemberian gratis dari Kementerian Kesehatan. Di bungkus biskuit tertempel stiker bertuliskan, "Bantuan ini diperjuangkan dan diusahakan oleh Dra Wirianingsih, MSi, Anggota DPR RI Komisi IX Fraksi PKS Periode 2009-2014. Caleg DPR RI Dapil DKI 3. Cerdas-Ramah-Peduli".

Meski Wirianingsih sudah menyatakan tak tahu-menahu soal biskuit ini dan tak pernah menginstruksikan tim suksesnya menempeli stiker kampanye di bungkus biskuit milik Kemenkes, masyarakat di dunia maya sudah telanjur banyak yang membicarakannya. Mereka pun mengkritik cara Wirianingsih yang dianggap mendompleng program pemerintah.

Terkait hal itu, Lucius berpendapat ada unsur pembohongan yang dilakukan calon anggota legislatif dalam kasus biskuit Kemenkes. Modus serupa, lanjut Lucius, banyak terjadi di daerah lain yang melibatkan anggota DPR.

“Proyek dari pemerintah diklaim sebagai proyek anggota DPR. Itu kerap diungkapkan saat kampanye. Anggota DPR ingin tampil sebagai pahlawan sekalipun proyek tersebut berasal dari pemerintah,” kata Lucius.

Pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia, Effendi Ghazali, berpendapat, sebenarnya tidak ada manfaat bagi para calon anggota legislatif dan partai politik sibuk “berdandan” di hadapan ribuan korban bencana alam. Pasalnya, pemungutan suara masih cukup lama.

”Dari bencana ke pemungutan suara kan masih ada jarak. Apakah itu (kampanye di lokasi bencana) benar-benar tertinggal di memori mereka sebagai suatu hal yang luar biasa?” ujar Effendi.

Effendi pun meragukan efektivitas berkampanye seperti itu. Apalagi, imbuh dia, selama rentang waktu yang masih relatif lama menuju pemilu sangat mungkin ada pula manuver dari calon anggota legislatif lain di daerah yang sama.

Memaknai konstituen

Keprihatinan untuk korban bencana alam tidaklah pantas dijadikan panggung sandiwara bagi partai politik untuk mempertontonkan diri sendiri. Jika memang ikhlas membantu, untuk apa memamerkan atribut?

Di titik ini, pertanyaan mendasar dan logis pun muncul seketika, menyoal makna konstituen bagi para calon anggota legislatif dan partai politik ini. Kalau saja partai politik dan calon anggota legislatif ini memang sejak semula punya hubungan mendalam dengan konstituen, maka kocek pun seharusnya tak hanya dirogoh hanya saat ada bencana menerpa.

Pertanyaan berikutnya, sudahkah jalinan para kandidat dan konstituennya sudah diupayakan dibentuk sejak lama? Tentu, kedekatan jalinan tak diukur dari uang dan tak instan. Turun ke lapangan adalah salah satu cara, menjadikan diri dan partainya sebagai solusi persoalan bangsa adalah tahap berikutnya.

Bila bangunan jalinan kedekatan dengan konstituen hanya ada menjelang hari pemungutan suara, barangkali fenomena bencana menjadi ajang pemolesan citra masih akan terjadi lagi dan lagi di kemudian hari.

Kalau partai politik dan para wakilnya yang menjadi anggota dewan terhormat tak juga menjadi solusi bagi rakyat, maka jangan menyoal bila kemudian banyak orang menempelkan stigma partai politik dan calon anggota legislatif tak lebih dari "makhluk" oportunis.

Jangan pernah heran bila kemudian banyak kalangan, apalagi yang lahir pada era selepas reformasi, berpendapat partai politik dan kader-kadernya semata punya "peduli" saat butuh suara dan "hilang ingatan" seketika sesudah meraup kekuasaan. Mungkin ini juga seharusnya layak disebut sebagai bencana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com