Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aburizal: Rakyat Masih Pikirkan Perut

Kompas.com - 20/01/2014, 07:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Demokrasi bisa dimaknai dengan kebebasan berkumpul, berpendapat, dan menentukan pemimpin. Namun, untuk sebagian besar masyarakat, jangankan berpendapat, urusan kesejahteraan pun belum selesai.

Partai Golkar pun menyiapkan Visi Indonesia 2045, program- program yang diharapkan mampu membawa Indonesia maju dan rakyatnya sejahtera. Program jangka panjang diharapkan menjadi semacam garis besar haluan negara atau rencana pembangunan bertahap sampai menjelang hari jadi ke-100 Republik Indonesia.

Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie menyampaikan hal itu saat wawancara khusus dengan harian Kompas di kantornya di Bakrie Tower, Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta, Senin (13/1/2014).

Akibat kondisi yang dirasa semakin sulit itu, menurut Aburizal, banyak stiker bertuliskan ”Luwih Penak Jamanku Tho?” dipasang di mana-mana.

KOMPAS Pesan Aburizal Bakrie
”Stiker itu dijual, bukan dibagikan. Kaus (bertuliskan seperti) itu juga dijual, bukan dibagikan. Juga bukan Partai Golkar yang membuatnya,” ujar ARB, demikian dia lebih sering dipanggil.

Demokrasi memang memberikan kebebasan untuk menyuarakan pendapat. Namun, manfaat ini baru dirasakan dan menjadi perhatian kaum elite saja. Sebaliknya, rakyat yang masih belum bisa mengatasi masalah perut tak akan ambil pusing dengan kebebasan berpendapat tersebut.

Oleh karena itu, kata Aburizal yang sudah mengunjungi 280 kabupaten/kota dalam kampanye menjelang pemilu, hanya mereka yang mampu menyediakan lapangan kerja, pendidikan, dan layanan kesehatan gratis yang akan menjadi pilihan rakyat.

Hal ini pula yang dijanjikan dalam kampanye Partai Golkar dan ARB sebagai calon presidennya. Pemerintah wajib menangani masalah kesejahteraan. Intervensi seperti kebijakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat dan Kredit Usaha Rakyat yang memungkinkan masyarakat semakin berdaya harus terus dilanjutkan.

Ke depan, pemerintah perlu mencetak wirausaha-wirausaha baru. Untuk itu, pendidikan akan menjadi motornya.

Aburizal juga mulai menjajaki beberapa tokoh yang layak menjadi calon wakil presiden. Komunikasi mulai dijalin. Harapannya, ada pendamping yang memiliki persepsi sama. Namun, penentuan baru dilakukan setelah ada hasil Pemilu Legislatif 2014.
Korupsi

Seperti partai lain, Partai Golkar pun diguncang kader-kader yang tersangkut kasus dugaan korupsi. Namun, Aburizal optimistis hal ini tidak mengganggu perolehan suara Partai Golkar dalam pemilu legislatif. Demikian pula kasus suap yang menyangkut Akil Mochtar, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, yang diperkirakan disidangkan sekitar April.

”Mudah-mudahan tidak berdampak signifikan. Sebab, Pak Akil sudah melepaskan kartu anggota partai sejak delapan tahun lalu, bukan baru-baru ini,” kata Aburizal, yang mengenakan kemeja putih lengan pendek, dengan santai.

Partai pun membiarkan para kadernya menjalani proses hukum. Namun, Partai Golkar tak setuju dengan penghakiman oleh pers atau publik ketika seseorang belum dibuktikan korupsi.

Salah satu contohnya adalah kasus yang menimpa Gubernur Banten Atut Chosiyah, salah seorang ketua DPP Partai Golkar yang kini ditahan KPK karena kasus dugaan suap dan pemerasan. Partai Golkar pun membela Atut.

”Seseorang tak bisa dihukum hanya karena persepsi. Karena itu, saya tak mau ambil tindakan sebelum ada pembuktian,” ujar Aburizal. Atut pun belum dinonaktifkan dari jabatan Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan DPP Partai Golkar.

Aburizal mempersilakan para hakim menghukum koruptor seberat-beratnya supaya ada efek jera yang kini disebut sebagai ”Artidjo Effect”. Namun, menurut dia, korupsi tak bisa dihilangkan 100 persen. Korupsi harus dicegah sebelum terjadi. Pemahaman sedini mungkin ditambah optimalisasi reformasi birokrasi diyakini bisa mempercepat pemberantasan korupsi.
Tindak anarkisme

Terkait masalah terorisme yang tak ada habisnya terjadi di Indonesia, Aburizal berpandangan, hal itu akibat penegakan hukum yang lemah. Penegak hukum tak dilindungi dalam menunaikan tugasnya. Akibatnya, penegakan hukum terkesan setengah-setengah.

”Pokoknya, kalau ada yang bertindak mengganggu masyarakat, harus ditindak. Kalau dibiarkan seseorang berbuat anarki, orang lain juga akan melakukan hal yang sama. Mahasiswa membakar kampus, merusak mobil, tindak, tidak bisa tidak,” ujarnya tegas.

”Keniscayaan demokrasi adalah menyampaikan pendapat. Namun, ketika memecahkan kaca mobil, tangkap,” lanjutnya.

Aburizal tak mempermasalahkan perbedaan ideologi apa pun sepanjang tak menggunakan kekerasan. Ketika ada pengusiran warga dari rumahnya hanya karena berbeda pendapat, apalagi pemerintah ikut mendorong pemindahan tempat tinggal, hal ini yang dinilainya tak masuk akal.

Ini karena Indonesia memiliki payung Bhinneka Tunggal Ika. Sebagai negara plural, berbeda pendapat sangat dimungkinkan. Pemerintah pun tak perlu ragu bertindak karena aturan perundangan yang ada sangat lengkap.

Sebab lain dari adanya intoleransi dan anarkisme kembali adalah urusan perut. Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar 6 persen, jurang antara si kaya dan si miskin terasa semakin dalam meskipun ada pertambahan kelas menengah.

”Gini aja, deh. Kalau kita pulang lapar dan enggak ada makanan, pasti marah sama bini,” ujar Aburizal bergurau.

Namun, kendati persoalan ekonomi belum selesai, tak berarti tindakan anarkistis dilazimkan. Karena itu, kata Aburizal, tetap tak boleh ada ampun untuk anarkisme. (Nina Susilo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Nasional
Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Nasional
Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Nasional
Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Nasional
Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Nasional
Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Nasional
14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com