Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei "Kompas", Suara Kandidat Tak Selalu Seiring Partai

Kompas.com - 09/01/2014, 10:20 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tiga survei Kompas memotret warna-warni korelasi suara kandidat dan partai pengusungnya. Sebagian data memperlihatkan langkah selaras antara partai dan kandidatnya, tetapi sebagian yang lain justru bertolak belakang.

Langkah yang selaras pun tak selalu menggambarkan kabar cerah. Ada data selaras untuk memperlihatkan tren yang sama-sama turun. Sebagian data lain terpaksa pula harus dianalisis dengan sudut pandang yang lebih kompleks. Berikut ini adalah beberapa catatan yang cukup fenomenal berdasarkan rangkaian survei tersebut.

Jokowi dan PDI-P

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan adalah fenomena politik hari ini dan terekam nyata dalam survei ini. Sosok Joko Widodo yang adalah kader partai ini menjadi kabar baik sekaligus mengundang dilema. Terlebih lagi, survei Kompas memotret dukungan untuk Jokowi ternyata tak berjalan bersama dukungan untuk partainya itu.

Jokowi, panggilan Joko Widodo, terpotret konsisten mencatatkan kenaikan dukungan. Bermula dari 17,7 persen, dukungan untuk Jokowi melompat menjadi 32,5 persen, dan pada akhir survei terus melaju dengan 43,5 persen.

Namun, PDI-P, yang sempat mendapat lonjakan dukungan lebih dari 10 persen seiring pesona Jokowi, justru surut pada akhir periode survei. PDI-P memulai angka dukungan responden 13,3 persen pada akhir 2012, melonjak menjadi 23,6 persen pada Juni 2013, dan menutup tahun dengan 21,8 persen dukungan.

Survei ini memotret pula bahwa bertambahnya dukungan untuk Jokowi berbarengan dengan terus berkurangnya dukungan untuk Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Namun, selisih pertambahan suara Jokowi tidak sama persis pula dengan jumlah suara yang berkurang dari kantong suara Megawati.

Fenomena ini memunculkan kesimpulan survei bahwa suara untuk Jokowi tak semuanya berasal dari PDI-P, partai yang membesarkannya. Pada saat yang sama, disimpulkan pula bahwa dukungan untuk Jokowi juga tak selalu berarti ada tambahan pemilih untuk PDI-P. Lalu, kesimpulan lain adalah sebagian pemilih Megawati sudah berpindah hati kepada Jokowi.

Prabowo dan Gerindra

Prabowo dan Partai Gerindra adalah kuda hitam pemilu tahun ini menurut hitungan para pengamat. Namun, survei Kompas mendapatkan laju Prabowo dan Gerindra malah melambat di akhir tahun. Tren keduanya berjalan seiring sejalan. Saat Prabowo mencuat, suara partai pun meningkat. Saat Prabowo surut, dukungan untuk Gerindra pun ikut turun.

Memulai data pada survei pertama dengan dukungan 13,3 persen, Prabowo melaju di peringkat kedua tokoh paling dipilih dengan 15,1 persen pada periode kedua. Namun, pada periode ketiga survei, suaranya turun menjadi 11,1 persen.

Setali tiga uang, tren Prabowo sejalan dengan Gerindra. Partai ini memulai dengan 6,1 persen dukungan, melompat menjadi 13,6 persen, kemudian turun menjadi 11,1 persen. Meski demikian, Prabowo masih menjadi figur paling dipilih publik bila pemilu digelar hari ini, setelah Jokowi.

Sebaliknya, posisi Gerindra belum dapat menyusul Partai Golkar di peringkat kedua partai pilihan publik bila digelar hari ini. Posisi teratas masih ditempati PDI-P. Alih-alih mengejar Partai Golkar, suara Gerindra sudah turun pula seiring berkurangnya dukungan untuk Prabowo.

Aburizal dan Golkar

Pelan tapi pasti merambat ke atas adalah gambaran yang mewakili Partai Golkar maupun kandidat sekaligus ketua umum partainya, Aburizal Bakrie. Partai Golkar mencatat dukungan 15,4 persen pada periode pertama survei, naik tipis menjadi 16 persen pada periode kedua, dan mengakhiri 2013 dengan 16,5 persen dukungan responden.

Aburizal pun menorehkan jejak langkah serupa. Muncul dengan elektabilitas 5,9 persen pada periode pertama survei, naik menjadi 8,8 persen pada periode kedua, dan mengakhiri survei dengan dukungan 9,2 persen.

Kejutan Wiranto dan Hanura

Kejutan dianggap datang dari Partai Hanura dan ketua umumnya, Wiranto. Keduanya mencatatkan konsistensi tren peningkatan. Lompatan Hanura maupun Wiranto juga sangat signifikan, meskipun hasil akhir yang dicapai belum masuk tiga besar "paling diminati publik".

Wiranto masuk bursa kandidat calon presiden dengan dukungan 1,6 persen responden pada periode perdana survei Kompas ini. Pada periode kedua, dukungannya melompat lebih dari dua kali lipat menjadi 3,3 persen, dan pada akhir tahun dukungan untuknya melompat lagi nyaris dua kali lipat pula menjadi 6,6 persen.

Fenomena serupa terpotret dari partai pengusung Wiranto. Hanura juga hanya mencatatkan dukungan 0,5 persen responden survei Kompas periode pertama. Pada periode kedua, responden yang menyatakan akan memilih Partai Hanura bila hari ini pemilu digelar sudah bertambah menjadi 2,7 persen. Akhir tahun, lompatan Hanura berlanjut dengan mencatatkan dukungan 6,6 persen

Survei "Kompas"

Rangkaian survei yang digelar harian Kompas menggunakan metode survei longitudinal, yakni meminta pendapat dari responden yang sama. Ketiga survei dilakukan secara tatap muka, dalam tiga periode waktu.

Survei periode pertama yang hasilnya dilansir pada Desember 2012 dilakukan pada rentang 26 November 2012 sampai 11 Desember 2012. Periode kedua, 30 Mei 2013 sampai 14 Juni 2013, dan diumumkan pada Juni 2013. Adapun periode ketiga terlaksana pada 27 November 2013 sampai 11 Desember 2013, diumumkan mulai Rabu (8/1/2014).

Melibatkan 1.380 sampai 1.400 responden dari 34 provinsi di Indonesia, survei menggunakan tingkat kepercayaan 95 persen dan rentang kesalahan (margin of error) 2,6 persen dalam penarikan sampel acak sederhana.

Hasil survei selengkapnya dapat dibaca di harian Kompas edisi Kamis (9/1/2014).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com