”Saya hanya mendorong. Mereka sendiri yang harus mengolah dirinya agar berhasil. Melihat Risma, Ganjar, Jokowi, dan banyak lagi di kabupaten, saya selalu merasa senang, bangga,” ujarnya.
”Saya hanya memberi jalan, mengajarkan, memberi ruang, tetapi saya katakan, hasilnya ada pada kalian sendiri. Mau jatuh, mau naik, itu semua ada pada kalian. Itu semua yang harus diberikan anak-anak muda kita,” lanjutnya.
Menghadapi pemilu kali ini, Megawati berhitung betul tentang bagaimana berkompetisi dan mengajukan calon pemimpin yang diusung partainya. Baginya, kalkulasi tidak hanya melulu bagi kepentingan partai, tetapi lebih untuk kepentingan bangsa yang lebih besar.
Meski mendapat hak prerogatif dari Kongres III PDI-P untuk menentukan calon presiden yang diusung partainya, Megawati belum bersedia membuka sosok yang dipilihnya. Bahkan, ia sendiri mengaku belum tahu apa akan maju lagi dalam pemilihan umum presiden kali ini.
”Kita mesti lihat, kita mesti ukur. Saya melihat siap-siapa saja (yang potensial). Saya tidak mau memilih kucing dalam karung,” katanya.
Langkah Megawati itu cukup mengejutkan mengingat hasil survei menunjukkan PDI-P dan Jokowi mampu mengungguli kandidat yang lain. Baginya, survei itu tidak bisa dijadikan pegangan untuk mencalonkan seseorang.
”Kalau itu dijadikan pegangan, kita akan lupa diri. Jadikan sebagai gambaran saja dan kita (tetap) kerja keras,” katanya.
Tentukan sewaktu-waktuMenurut dia, sebagai ketua umum partai yang memiliki hak prerogatif, ia dapat memutuskan calon yang diusung tanpa mekanisme rapat di internal partai. Ia juga berhak memutuskannya kapan pun sesuai dengan kalkulasi politik yang dimilikinya.
”Saya tahu yang dimaksud adalah (apakah) Jokowi? Tunggu dulu. Itu kan kalkulasi saya. Sebagai ketum partai, saya dapat hak prerogatif,” katanya.
”Meskipun Rakernas III menyebutkan penyebutan nama setelah mendapat hasil Pemilu 9 April, saya ketua umum punya hak prerogatif. Artinya, bisa saja sewaktu-waktu. Bisa siapa saja,” lanjutnya.
Demokrasi ornamenDi luar persoalan pencalonan sosok yang akan diusung, Megawati justru memberikan perhatian mendalam akan perjalanan demokrasi di Indonesia, yang hadir lewat pemilihan umum. Baginya, pemilu hanya akan menjadi ornamen demokrasi jika yang terjadi berulang seperti pada Pemilu 2004 dan 2009.
Menurut Megawati, demokrasi yang hadir dalam instrumen pemilu tidak dapat ditegakkan jika Komisi Pemilihan Umum tidak netral serta teknologi informasi yang digunakan dalam pemilu tidak netral dan bisa dimanipulasi. Kondisi lain yang dikhawatirkannya, jika intelijen negara bermain serta terjadi politik uang. ”PDI-P harus berkalkulasi untuk memajukan suatu orang,” katanya.
Demi bangsa, Megawati tak ingin terburu dan gegabah.
(C Wahyu Haryo/Haryo Damardono) Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.