Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Megawati: Beri Ruang Pemimpin Muda

Kompas.com - 07/01/2014, 08:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com —
Banyak orang menyebut tahun 2014 sebagai tahun politik. Namun, presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri memandang lebih dari itu. Baginya, tahun ini merupakan tahun penentuan bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang kembali pada akar sejarahnya. Bangsa yang mandiri, beradab, dan menjadi pelita bagi bangsa-bangsa lain di dunia.

Dalam wawancara khusus dengan Kompas, Senin (6/1/2013), Megawati menyatakan, persoalan fundamental bangsa Indonesia saat ini adalah kehilangan jejak sejarah. Banyak generasi muda yang tidak memahami sejarah bangsanya dan hal ini sangat mengkhawatirkan.

”Bagaimanapun suatu bangsa akan mengetahui jati dirinya jika mengetahui akar sejarahnya. Tanpa mengenal jejak sejarah bangsa sendiri, kita akan kehilangan arah,” katanya.

Megawati menyoroti bagaimana bangsa Indonesia mengalami sebuah euforia reformasi setelah selama 33 tahun Orde Baru mengalami pemerintahan yang represif. Namun, sayangnya, tidak ada arah yang jelas untuk menata perubahan yang menjadi inti reformasi itu.

Arus politik yang saat itu menginginkan adanya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 seperti tidak terbendung. Bukan hanya sekali amandemen, melainkan hingga empat kali. Megawati justru merasa amandemen sudah kebablasan.

”Saya melihat sekarang justru perjalanan jejak kita menjadi seperti tidak terarah dan terukur,” katanya.

Keberadaan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dalam amandemen itu, tidak lagi sebagai lembaga tertinggi. Tidak ada lagi lembaga yang menentukan arah pembangunan bangsa dalam jangka panjang dan berkesinambungan. Dengan amandemen tersebut, arah bangsa menjadi dibatasi periodisasi presiden dengan visi misinya. Batasannya, maksimal 10 tahun, itu pun jika presiden terpilih dalam dua periode.

Ia mengibaratkan pembangunan sebuah jembatan yang membutuhkan kalkulasi panjang. Ketika hadir pemimpin baru dan muncul pemikiran yang berbeda dari pemimpin sebelumnya, yang terjadi adalah dibangun jembatan baru dengan rute lain sehingga tidak jelas kelanjutan dari jembatan yang direncanakan awal.

Dalam pandangan Megawati, perubahan dalam reformasi semestinya lebih tertata dengan baik. Pada masanya, Bung Karno membuat konsep Pembangunan Semesta Berencana. Pada era Presiden Soeharto, MPR menyusun Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sehingga siapa pun pemimpinnya akan tahu perencanaan ke depan secara jelas.

”Apa pun yang dilakukan pemimpin harus ikut yang diputuskan MPR (dalam GBHN). Itu yang kita hilang,” katanya.

Lahirkan pemimpin muda

Megawati memang memiliki keresahan akan jejak sejarah yang mungkin hilang. Dengan kondisi bangsa saat ini, Megawati juga memiliki keresahan akan tantangan yang akan dihadapi pemimpin ke depan.

Namun, Megawati tidak hanya resah dan berdiam diri. Sebagai tokoh politik yang berpengalaman lebih dari 20 tahun memimpin Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Megawati membuktikan diri mampu melahirkan pemimpin-pemimpin muda potensial.

Dari tangan dinginnya, lahir pemimpin potensial, seperti Gubernur DKI Joko Widodo, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Lantas bagaimana resepnya dalam menggembleng tokoh-tokoh muda itu?

Megawati mengaku tidak mudah ketika pertama kali memimpin partai ”kampung” yang anggotanya kebanyakan dari kalangan bawah. Dengan kesabarannya, ia berjuang mendidik anggotanya dengan menggunakan roh ideologi Pancasila. Roh ideologi Pancasila tersebut terus dibumikan sehingga mereka memiliki keyakinan bahwa Pancasila dapat memerdekakan dan menyejahterakan bangsa. Ia juga terus memperhatikan rekam jejak kader-kadernya.

”Seorang pemimpin harus mempunyai kesabaran revolusioner. Kesabaran yang bergerak, tidak hanya menunggu. Kami terus melakukan sesuatu, memperbaiki diri,” katanya.

Jika saat ini banyak pemimpin muda yang muncul dari hasil kaderisasi yang dilakukannya, Megawati mengaku hanya memberikan ruang dan kesempatan bagi mereka untuk mengembangkan diri.

”Saya hanya mendorong. Mereka sendiri yang harus mengolah dirinya agar berhasil. Melihat Risma, Ganjar, Jokowi, dan banyak lagi di kabupaten, saya selalu merasa senang, bangga,” ujarnya.

”Saya hanya memberi jalan, mengajarkan, memberi ruang, tetapi saya katakan, hasilnya ada pada kalian sendiri. Mau jatuh, mau naik, itu semua ada pada kalian. Itu semua yang harus diberikan anak-anak muda kita,” lanjutnya.

Menghadapi pemilu kali ini, Megawati berhitung betul tentang bagaimana berkompetisi dan mengajukan calon pemimpin yang diusung partainya. Baginya, kalkulasi tidak hanya melulu bagi kepentingan partai, tetapi lebih untuk kepentingan bangsa yang lebih besar.

Meski mendapat hak prerogatif dari Kongres III PDI-P untuk menentukan calon presiden yang diusung partainya, Megawati belum bersedia membuka sosok yang dipilihnya. Bahkan, ia sendiri mengaku belum tahu apa akan maju lagi dalam pemilihan umum presiden kali ini.

”Kita mesti lihat, kita mesti ukur. Saya melihat siap-siapa saja (yang potensial). Saya tidak mau memilih kucing dalam karung,” katanya.

Langkah Megawati itu cukup mengejutkan mengingat hasil survei menunjukkan PDI-P dan Jokowi mampu mengungguli kandidat yang lain. Baginya, survei itu tidak bisa dijadikan pegangan untuk mencalonkan seseorang.

”Kalau itu dijadikan pegangan, kita akan lupa diri. Jadikan sebagai gambaran saja dan kita (tetap) kerja keras,” katanya.

Tentukan sewaktu-waktu

Menurut dia, sebagai ketua umum partai yang memiliki hak prerogatif, ia dapat memutuskan calon yang diusung tanpa mekanisme rapat di internal partai. Ia juga berhak memutuskannya kapan pun sesuai dengan kalkulasi politik yang dimilikinya.

”Saya tahu yang dimaksud adalah (apakah) Jokowi? Tunggu dulu. Itu kan kalkulasi saya. Sebagai ketum partai, saya dapat hak prerogatif,” katanya.

”Meskipun Rakernas III menyebutkan penyebutan nama setelah mendapat hasil Pemilu 9 April, saya ketua umum punya hak prerogatif. Artinya, bisa saja sewaktu-waktu. Bisa siapa saja,” lanjutnya.

Demokrasi ornamen

Di luar persoalan pencalonan sosok yang akan diusung, Megawati justru memberikan perhatian mendalam akan perjalanan demokrasi di Indonesia, yang hadir lewat pemilihan umum. Baginya, pemilu hanya akan menjadi ornamen demokrasi jika yang terjadi berulang seperti pada Pemilu 2004 dan 2009.

Menurut Megawati, demokrasi yang hadir dalam instrumen pemilu tidak dapat ditegakkan jika Komisi Pemilihan Umum tidak netral serta teknologi informasi yang digunakan dalam pemilu tidak netral dan bisa dimanipulasi. Kondisi lain yang dikhawatirkannya, jika intelijen negara bermain serta terjadi politik uang. ”PDI-P harus berkalkulasi untuk memajukan suatu orang,” katanya.

Demi bangsa, Megawati tak ingin terburu dan gegabah.

(C Wahyu Haryo/Haryo Damardono)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Tahu Arah Pernyataan Wapres | Saudi Deportasi 22 WNI Palsukan Visa Haji

[POPULER NASIONAL] PDI-P Tahu Arah Pernyataan Wapres | Saudi Deportasi 22 WNI Palsukan Visa Haji

Nasional
Tanggal 5 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Nasional
Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Nasional
Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Nasional
Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Nasional
Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Nasional
Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Nasional
Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Nasional
Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Nasional
Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Nasional
PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

Nasional
Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Nasional
Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com