Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/12/2013, 07:23 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Suhu politik mulai terasa "panas" memasuki tahun 2013. Setahun menjelang pesta demokrasi lima tahunan, Pemilu 2014. Partai, tokoh-tokoh politik, mulai bergeliat. Sejumlah nama pun mulai disebut-sebut masuk bursa calon presiden dan wakil presiden. Bahkan, ada yang sudah percaya diri mendeklarasikan diri meski belum tentu tiket bertarung dalam genggaman. 

TRIBUNNEWS/DANY PERMANA Calon presiden dan wakil presiden yang diusung Partai Hanura Wiranto (dua kiri) dan Hary Tanoesoedibjo bersalaman dengan didampingi istri masing-masing saat acara deklarasi capres-cawapres dari Partai Hanura di Jakarta, Selasa (2/7/2013). Sebelum diusung sebagai cawapres Partai Hanura, Hary Tanoesoedibjo sempat bergabung dengan Partai NasDem yang dipimpin Surya Paloh.
Wiranto-Hary Tanoesoedibjo

Pada 2 Juli 2013, di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, dua petinggi Hanura, Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo mendeklarasika diri sebagai bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden yang akan diusung partainya pada Pemilihan Presiden 2014.

Deklarasi Wiranto-HT mengundang berbagai komentar dan spekulasi. Ada yang menilai bahwa Hanura telah melawan pakem politik, di mana mayoritas partai politik memilih menunggu hasil pemilihan umum legislatif sebelum mendeklarasikan bakal calon presidennya.

Namun, Hanura menyatakan bahwa deklarasi telah dilakukan dengan pertimbangan matang sekaligus untuk menjawab besarnya dorongan dari akar rumput partai. Wiranto dan Hary Tanoe dianggap sebagai pasangan ideal dan komplet.

"Semua berjalan lancar. Orang boleh berkomentar banyak, tapi yang penting kan faktanya," kata Hary Tanoe.

Konvensi Demokrat

Tak mau ketinggalan start, pada 7 Juli 2013, Partai Demokrat, melalui Ketua Umum Susilo Bambang YUdhoyono mengatakan, partainya akan menggelar konvensi untuk menjaring bakal calon presiden yang akan diusung. 

Konvensi Demokrat dimotori belasan anggota komite dari berbagai latar belakang dan didominasi oleh tokoh eksternal partai. Semua kegiatan kandidat diatur oleh komite, termasuk aturan main, sampai sumber dana penyokong masing-masing kandidat.

KOMPAS Ilustrasi: para pejabat yang mengikuti Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat
Demokrat yakin, konvensi mampu membuka ruang demokrasi yang lebih luas pada tokoh-tokoh internal dan eksternal untuk maju ke panggung pilpres. Di saat yang sama, konvensi juga diharapkan mampu mengembalikan kepercayaan publik yang runtuh setelah Demokrat dihantam badai kasus korupsi.

"Kandidat konvensi punya potensi melampaui elektabilitas capres lain," kata anggota Komite Konvensi Calon Presiden Demokrat, Rully Charis.

Namun, konvensi mendulang kritik sejak pertama dilahirkan karena dituding hanya akal-akalan dan tak akan transparan. Tak heran jika tokoh sekaliber Jusuf Kalla dan Mahfud MD menolak undangan komite untuk ikut berkompetisi pada Konvensi Capres Demokrat.

Sejumlah hasil survei tentang konvensi Demokrat juga menunjukkan hasil yang tak menggembirakan. Salah satunya survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang menunjukkan elektabilitas Demokrat terus terjun bebas di bawah 15 persen. Kandidat konvensi dinyatakan belum mampu mengimbangi tokoh lain yang digadang-gadang akan maju sebagai calon presiden 2014.

Peneliti LSI Ardian Sopa memprediksi Demokrat tak akan menjadi pemain utama di 2014.

"Pilihannya tinggal bergabung ke poros tengah. Di poros tengah pun, dia (Demokrat) tidak akan menjalankan peran utama," kata Ardian.

Sampai akhir tahun 2013, konvensi belum mampu mendongkrak elektabilitas Demokrat. Bahkan ada yang mengatakan konvensi seperti mobil derek yang terancam mogok.

Kompas.com/ SABRINA ASRIL Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie dalam acara penutupan Rapimnas V Partai Golkar, di Hotel JS Luwansa, Sabtu (23/11/2013)
Ical, Prabowo, Hatta Rajasa, Suyadharma Ali

Partai lain bukan tak bergerak. Sejumlah partai mengaku telah merancang strategi koalisi sejak dini. 

Golkar sudah lebih dulu deklarasi akan mengusung Aburizal "Ical" Bakrie, Prabowo Subianto menjadi bakal capres dari Gerindra, dan Hatta Rajasa diusulkan maju sebagai capres oleh partainya, Partai Amanat Nasional (PAN). Tak ketinggalan, partai Islam juga mulai menawarkan tokoh-tokohnya pada masyarakat.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memberi sinyal akan mengusung Suryadharma Ali yang mengklaim mendapat dukungan dari 20 DPW PPP. Keputusan pastinya akan ditetapkan melalui forum Rapat Pimpinan Nasional PPP yang rencananya dilaksanakan pada pekan ketiga Januari tahun depan.

Begitu juga dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Setelah hampir sepanjang tahun digempur dengan kasus dugaan korupsi impor daging yang menjerat Presiden PKS (sekarang mantan) Luthfi Hasan Ishaaq, partai ini mencoba bangkit mengembalikan kepercayaan publik melalui Pemilu Raya. Hasilnya, mencuat nama Presiden PKS saat ini Anis Matta dan Ketua Fraksi PKS di DPR Hidayat Nur Wahid sebagai dua tokoh favorit yang dipilih kader PKS untuk diusung menjadi bakal calon presiden.

KOMPAS.COM/Sandro Gatra Rhoma Irama
Jusuf Kalla, Mahfud MD hingga Rhoma Irama

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga tak mau ketinggalan. Mereka mulai mewacanakan tiga nama yang dibidik menjadi bakal capresnya. Mereka adalah, mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla; mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, dan raja dangdut Rhoma Irama. Nama yang terakhir cukup mengundang tanda tanya. Mengapa PKB berani mencuatkan nama Rhoma sebagai bakal capresnya? Ada pengamat yang menilai, hal ini hanya untuk mendongkrak pemberitaan terkait PKB. Entahlah. Yang jelas, pasti jadi bagian dari salah satu strategi politik partai pimpinan Muhaimin Iskandar itu.

Joko Widodo

Dari semua nama di atas, nama kader PDI Perjuangan yang kini menjabat Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, paling fenomenal. Baru setahunan menjabat Gubernur DKI, namanya sudah digadang-gadang "naik kelas" menjadi calon presiden. Survei sejumlah lembaga menempatkannya sebagai kandidat capres terpopuler dan berpotensi meraup elektabilitas tinggi. 

KOMPAS.COM/ M Wismabrata Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, saat berada di UMS, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Namun, PDI Perjuangan tak mau gegabah. Wacana untuk segera mendeklarasikan Jokowi tak disambut begitu saja. Partai pimpinan Megawati Soekarnoputri ini memilih menunggu hasil Pemilu legislatif pada April 2014. Keputusan soal pencapresan sepenuhnya menjadi kewenangan Megawati. Sejumlah skenario yang sempat tercetus adalah, kembali mengusung Megawati dan menduetkannya dengan Jokowi. Skenario lain, Jokowi diusung sebagai capres dengan cawapres dari internal atau koalisi dengan partai politik lain.

Anggap saja geliat yang terjadi sepanjang tahun ini sebagai pemanasan. Tak ada yang mutlak dalam politik. Segala sesuatu bisa saja berubah. Dan yang pasti, semuanya tergantung Anda, pemilik suara.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com