Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TVRI Terancam Tutup, Komisi I Nilai Dewas yang Bertanggung Jawab

Kompas.com - 27/12/2013, 17:02 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Mahfudz Siddiq mengatakan pihaknya terpaksa memblokir anggaran TVRI lantaran sikap Dewan Pengawas TVRI yang memecat jajaran direksi televisi berplat merah itu. Dewas dianggap bertanggung jawab atas pemblokiran anggaran ini.

"Kalau sekarang anggaran dimasalahkan, tanyakan dong ke Dewas. Saat memecat direksi, Dewas mikir nggak telah melanggar keputusan rapat dengan DPR. Mereka mikir nggak akan ada konsekuensi politisnya?" ujar Mahfudz saat dihubungi Jumat (27/12/2013).

Menurut Mahfudz, pemecatan jajaran direksi TVRI berimplikasi pada proses pencairan anggaran. Dewas, katanya, tidak memikirkan bahwa pelaksana tugas yang ditunjuk menggantikan Direktur Utama tidak bisa menandatangani DIPA. Alhasil, DPR pun memberikan sanksi kepada Dewas melalui surat pimpinan DPR yang disampaikan pada tanggal 18 Desember 2013.

Surat itu berisi pemberitahuan pemblokiran anggaran sebesar Rp 1,3 triliun. Dewas memiliki waktu selama 2 bulan untuk melakukan pembelaan. Mahfudz menjelaskan Komisi I DPR akan menunggu terlebih dulu pembelaan dari Dewas yang kini terancam dicopot DPR itu. Dia belum bisa memastikan kapan pemblokiran anggaran TVRI dibatalkan.

"Setelah mendengarkan pembelaan, Komisi I akan putuskan lagi nasib pembintangan anggaran ini. Masalahnya, persoalan TVRI ini terus berulang dan Dewas persis melakukan kesalahan yang berulang," ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera ini.

Saat ditanyakan soal bagaimana TVRI melakukan kegiatannya pada tahun 2014, Mahfud mengatakan, TVRI masih tetap bisa memanfaatkan penerimaan bukan panjak (PNBP) dari sponsor.

Seperti diberitakan, kisruh di tubuh TVRI mulai mencuat setelah Dewan Pengawas TVRI memecat hampir semua direksi stasiun televisi itu. Hal ini menyusul evaluasi kinerja direksi, terutama soal kecaman publik atas penayangan konvensi capres Partai Demokrat yang dinilai menyalahi fungsi TVRI yang independen.

Para direksi ini kemudian mengadu ke Komisi I DPR. Komisi I DPR memutuskan membuat panja TVRI untuk mengusut kisruh ini. Sementara Panja bekerja, Dewas harus membatalkan keputusan pemecatannya. Namun, pemecatan sudah terlanjur sudah dilakukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com