Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Perlu Berpikir Seribu Kali untuk Cabut Hak Politik Koruptor

Kompas.com - 19/12/2013, 11:46 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan Ahmad Basarah mengapresiasi putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terpidana kasus korupsi proyek simulator SIM, mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Pidana Djoko diperberat dari 10 tahun menjadi 18 tahun penjara. Tak hanya itu, Pengadilan juga menyatakan hak politiknya dicabut. 

Basarah menilai, pencabutan hak politik ini tidak melanggar hak asasi manusia (HAM). Menurutnya, hak politik terpidana seharusnya memang sudah dicabut ketika diputus bersalah.

"Dengan adanya putusan dengan pencabutan hak politik, saya kira bisa menjadi contoh untuk kasus lain yang melibatkan aparat penegak hukum. Keputusan ini harus diapresiasi karena bisa memberikan efek jera," kata Basarah, di Kompleks Parlemen, Kamis (19/12/2013).

KOMPAS/ALIF ICHWAN Terpidana kasus dugaan korupsi simulator SIM, Irjen Pol Djoko Susilo, saat menyampaikan eksepsi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa (7/5/2013).
Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan ini mendukung upaya pemberian efek jera terhadap aparat yang menyalahgunakan wewenang. "Aparat penegak hukum tidak perlu lagi berpikir 1.000 kali untuk mencabut hak politiknya," ujarnya.

Keputusan ini, lanjut Basarah, bisa menjadi yurisprudensi bagi majelis hakim dalam memutus perkara hukum yang melibatkan aparat penegak hukum.

"Ini bisa menjadi yurisprudensi hukum memutuskan kasus hukum yang dilakukan aparat penegak hukum dengan mencabut hak politiknya," kata dia.

Diperberat jadi 18 tahun

Sebelumnya, vonis Djoko Susilo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yaitu 10 tahun penjara. Kemudian, KPK mengajukan banding dan dikabulkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan memperberat hukuman Djoko menjadi 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Djoko juga diperintahkan membayar uang pengganti senilai Rp 32 miliar subsider lima tahun penjara. PT DKI juga mencabut hak Djoko untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik.

Pengadilan juga memerintahkan semua barang bukti yang telah disita dirampas untuk negara. Putusan itu dijatuhkan majelis banding dalam sidang terbuka, Rabu (18/12/2013), yang dipimpin oleh Roki Panjaitan (hakim ketua) didampingi dengan empat hakim anggota, yaitu Humuntal Pane, M Djoko, Amiek, dan Sudiro.

Majelis Hakim PT DKI berpendapat, Djoko terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek simulator ujian surat izin mengemudi roda dua dan roda empat, serta melakukan tindak pidana pencucian uang. Selain barang bukti yang bernilai lebih dari Rp 200 miliar yang sudah ditetapkan oleh Pengadilan Tipikor untuk dirampas oleh negara, PT DKI juga memerintahkan penyitaan rumah seluas 377 meter persegi di Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, serta dua mobil Toyota Avanza.

Putusan PT DKI ini sama dengan tuntutan tim jaksa penuntut umum kepada KPK yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Namun, pada 3 September lalu, Pengadilan Tipikor hanya mengabulkan sebagian tuntutan jaksa. Pengadilan Tipikor menjatuhkan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Pengadilan tingkat pertama tidak mengabulkan permintaan jaksa agar memerintahkan pembayaran uang pengganti karena menilai pidana tersebut tidak adil bagi Djoko. Hal ini karena aset-asetnya sudah disita secara otomatis ketika terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang.

Majelis tingkat pertama juga menolak mencabut hak politik Djoko. Pengadilan Tipikor menjerat Djoko dengan Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (dakwaan pertama primer). Djoko terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 Ayat (1) ke-1 KUHP (dakwaan kedua) serta Pasal 3 Ayat (1) Huruf c UU yang sama (dakwaan ketiga). 

Baca juga:
Putusan Banding Juga Cabut Hak Politik Djoko
Putusan Banding Haruskan Djoko Bayar Uang Pengganti Rp 32 Miliar
Banding, Hukuman Irjen Djoko Susilo Diperberat Jadi 18 Tahun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com