Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Agama: Gratifikasi Penghulu Wajar karena Sudah Budaya

Kompas.com - 13/12/2013, 10:16 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Agama Suryadharma Ali menilai, tak ada masalah dengan pemberian "uang terima kasih" kepada penghulu Kantor Urusan Agama (KUA). Uang ini dianggap sebagai gratifikasi. Menurut Suryadharma, pada kenyataannya, penghulu harus melayani para calon pengantin yang menghendaki menikah di luar jam kerja dan di luar KUA. Padahal, tidak ada uang transportasi yang disediakan untuk para penghulu.

"Ucapan terima kasih menjadi tradisi budaya. Contoh di kampung saya, mantri sunat saja, itu selesai sunatan dia dikasih bekakak ayam, dodol, rengginang, pisang, untuk dibawa pulang. Demikian para pencatat nikah, begitu selesai pulang, dikasih oleh-oleh, termasuk amplop," ujar Suryadharma Ali, di Jakarta, Kamis (12/12/2013) malam.

Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan ini meminta publik melihat tugas penghulu dari berbagai sisi agar tak langsung menghakimi. Menurutnya, penghulu tak hanya bertugas dalam bidang administrasi. Tetapi, lanjut Suryadharma, penghulu punya tugas dan fungsi dari aspek aspek agama, budaya, tradisi, klenik, kehormatan, kekeluargaan, dan sakralnya.

"Hal itu (amplop) juga merupakan pesanan dari orang yang menikah kepada penghulu. Karena itu, wajar jika mereka memberikan ucapan terima kasih," ucap Suryadharma.

Dia menjelaskan, amplop itu memang berhak diterima para penghulu karena pelayanan pencatatan nikah lebih banyak dilakukan di luar hari kerja, jam kerja, dan di luar kantor. Kementerian Agama bahkan mencatat pencatatan pernikahan di luar kantor mencapai 94 persen.

"Yang paling harus diketahui masyarakat adalah ketika petugas KUA melakukan pelayanan di luar kantor dan pemerintah tidak sediakan uang transpor untuk mereka. Karena itu, supaya tugasnya berjalan dan si calon pengantin terlayani, maka pihak yang menikah tidak segan-segan untuk memberikan ucapan terima kasih," ujarnya.

Batasan gratifikasi

Adapun Komisi VIII DPR RI dan Kementerian Agama sudah sepakat untuk mengatur batasan gratifikasi terkait upah dari masyarakat terkait pencatatan pernikahan oleh penghulu di luar jam kedinasan dan di luar balai Kantor Urusan Agama (KUA). Aturan gratifikasi khusus untuk penghulu ini nantinya akan dikoordinasikan dengan pihak kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

DPR juga sepakat untuk mengalokasikan anggaran transportasi bagi para penghulu. Nantinya, alokasi anggaran transportasi penghulu akan dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Sebelumnya, ratusan penghulu di Jawa Timur menolak menikahkan calon pengantin di luar balai nikah. Hal itu menyusul terjeratnya Kepala KUA Kecamatan Kota, Kediri, Jawa Timur, atas dugaan kasus korupsi biaya nikah. Kejaksaan negeri setempat menemukan fakta aliran dana gratifikasi biaya nikah sebesar Rp 10.000 untuk setiap peristiwa pernikahan di luar balai nikah, yang masuk ke kantong pribadi selain biaya nikah resmi senilai Rp 35.000.

Selama ini, biasanya pernikahan berlangsung di rumah pengantin atau di masjid yang dianggap sakral. Pemberian tambahan dana di luar biaya nikah untuk transportasi penghulu juga sudah biasa diberikan sebagai ucapan terima kasih pasangan pengantin kepada penghulu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 17 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 17 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Putusan MA Bisa Dikonfirmasi Buka Jalan bagi Anak Jokowi jika Kaesang Maju Pilkada, Terutama di Jakarta

Putusan MA Bisa Dikonfirmasi Buka Jalan bagi Anak Jokowi jika Kaesang Maju Pilkada, Terutama di Jakarta

Nasional
KPK Ungkap Ada Pihak Kembalikan Uang ke PT SCC

KPK Ungkap Ada Pihak Kembalikan Uang ke PT SCC

Nasional
Gubernur BI: Tren Inflasi Indonesia 10 Tahun Terakhir Menurun dan Terkendali Rendah

Gubernur BI: Tren Inflasi Indonesia 10 Tahun Terakhir Menurun dan Terkendali Rendah

Nasional
Muhadjir: Tak Semua Korban Judi 'Online' Bisa Terima Bansos, Itu Pun Baru Usulan Pribadi

Muhadjir: Tak Semua Korban Judi "Online" Bisa Terima Bansos, Itu Pun Baru Usulan Pribadi

Nasional
WNI yang Dikabarkan Hilang di Jepang Ditemukan, KJRI Cari Kontak Keluarga

WNI yang Dikabarkan Hilang di Jepang Ditemukan, KJRI Cari Kontak Keluarga

Nasional
Indonesia-Finlandia Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Bidang Ekonomi, Pendidikan, dan Energi

Indonesia-Finlandia Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Bidang Ekonomi, Pendidikan, dan Energi

Nasional
Anies Maju Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil-Kaesang Dinilai Bisa Jadi Lawan yang Cukup Berat

Anies Maju Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil-Kaesang Dinilai Bisa Jadi Lawan yang Cukup Berat

Nasional
Majelis Syariah PPP Ingatkan Semangat Merangkul Mbah Moen

Majelis Syariah PPP Ingatkan Semangat Merangkul Mbah Moen

Nasional
Bus Jemaah Haji Indonesia Telat Menjemput, Cak Imin: Ini Harus Jadi Perhatian Kita Semua

Bus Jemaah Haji Indonesia Telat Menjemput, Cak Imin: Ini Harus Jadi Perhatian Kita Semua

Nasional
KPK Dalami Informasi Terkait Harun Masiku dari Pemeriksaan Hasto

KPK Dalami Informasi Terkait Harun Masiku dari Pemeriksaan Hasto

Nasional
Ini Jadwal Lontar Jumrah Jemaah Haji Indonesia, Ada Waktu Larangan

Ini Jadwal Lontar Jumrah Jemaah Haji Indonesia, Ada Waktu Larangan

Nasional
Kepada Para Jemaah Haji, Cak Imin Minta Mereka Bantu Doakan Indonesia

Kepada Para Jemaah Haji, Cak Imin Minta Mereka Bantu Doakan Indonesia

Nasional
Panglima TNI Ungkap Cerita Para Prajurit yang Hampir Putus Asa Jelang Terjunkan Bantuan Airdrop di Gaza

Panglima TNI Ungkap Cerita Para Prajurit yang Hampir Putus Asa Jelang Terjunkan Bantuan Airdrop di Gaza

Nasional
Ponsel Hasto dan Buku Penting PDI-P Disita KPK, Masinton: Dewas Harus Periksa Penyidiknya

Ponsel Hasto dan Buku Penting PDI-P Disita KPK, Masinton: Dewas Harus Periksa Penyidiknya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com