Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Novel John Grisham dan Pesta Demokrasi

Kompas.com - 22/11/2013, 12:29 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

KOMPAS.com — Muak dengan politik? Menganggap pemilu hanya kepentingan para calon untuk mendapatkan kursi empuk jabatan idaman? Berpendapat bahwa pemilu tak ada urusan dengan kita yang setiap hari berjibaku di jalanan dan tempat kerja untuk sekadar bisa makan?

Maka, paling tidak bacalah novel The Appeal karya John Grisham. Tidak, novel ini tak bertele-tele bicara soal pemilu dan jabatan politik yang diperebutkan.

Alih-alih bercerita soal pesta demokrasi sebatas pemilu sebagaimana yang dipahami sebagian besar dari kita, The Appeal menjalin cerita dari sebuah kasus hukum pencemaran lingkungan.

Awal cerita

Adalah sebuah perusahaan kimia multinasional, yang membayar murah para pekerja di suatu wilayah dan membuang limbah langsung ke tanah, kalah di pengadilan negara bagian dengan hukuman denda total mencapai 41 juta dollar AS. Dalam rupiah, kalau pakai kurs hari ini, denda itu setara sekitar Rp 450 miliar.

Perusahaan tersebut dituduh menjadi penyebab tercemarnya air di seluruh wilayah tersebut, yang memicu beragam penyakit, termasuk kanker ganas. Bukan satu atau dua warga yang menderita penyakit itu, karena angka kasusnya adalah 15 kali angka rata-rata penderita kanker se-Amerika Serikat.

Singkat cerita, perusahaan kimia itu pun mengajukan banding. Tunggu dulu, jangan cepat-cepat bosan. Bukan denda itu yang membuat si pemilik perusahaan kalap. Dampak ikutannya yang membuat dia kemudian "memanfaatkan habis-habisan" sistem demokrasi untuk keuntungannya.

Kalah gugatan langsung berdampak pada kerugian senilai 1 miliar dollar AS pada perusahaan tersebut, kira-kira lebih dari Rp 11 triliun, hanya dalam waktu satu hari. Kerugian dari anjloknya harga saham.

Penurunan harga saham pun berlanjut dari waktu ke waktu. Harga saham yang semula di atas 30 dollar AS, dalam hitungan pekan anjlok sampai di bawah 10 dollar AS per lembar.

Dana kampanye, pencitraan, penokohan, dan kenaifan

Kasus perusahaan kimia melawan warga negara itu kebetulan bersamaan waktunya dengan habisnya periode masa jabatan hakim agung negara bagian federal.

Kebetulan pula, hakim agung yang bakal habis periode jabatannya dan harus ikut pemilihan untuk bisa jadi hakim agung lagi adalah sosok moderat yang selama ini dikenal sangat teliti dan rasional menelaah kasus banding.

Maka, langkah pertama pemilik perusahaan kimia tersebut adalah merekrut perusahaan konsultan pemenangan pemilu, dengan kesepakatan ongkos 8 juta dollar AS.

Tujuan kerja sama ini, tak ada satu sen pun uang perusahaan harus keluar untuk membayar denda dan setiap sen yang hilang dari jatuhnya saham harus kembali, bahkan kalau bisa berlipat.

Syarat kesepakatan dengan konsultan tersebut cuma satu, yakni tak sekali pun nama perusahaan kimia muncul terkait dengan apa pun yang dilakukan untuk mengalahkan hakim moderat. Tak ada catatan di sumbangan dana kampanye maupun segala isi materi kampanye.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com