Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Setyabudi: Gaji Cukup, tetapi...

Kompas.com - 10/10/2013, 23:38 WIB
Kontributor Bandung, Rio Kuswandi

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com — Mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung, Setyabudi Tedjocahyono, dicecar soal alasan melakukan korupsi dalam persidangan perkara suap yang menjeratnya, Kamis (10/10/2013). Ini dialog antara jaksa, hakim, dan Setyabudi dalam persidangan, termasuk soal gaji tersebut.

"Saya mau tanya, gaji Saudara per bulan berapa? Apa yang memotivasi Anda sehingga berani menerima suap?" tanya salah satu jaksa penuntut umum kepada Setyabudi. Atas pertanyaan itu, Setyabudi menjawab, "Gaji saya per bulan Rp 15 juta, Pak."

Selain gaji tersebut, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012, Setyabudi juga mendapat tunjangan Rp 24,5 juta. "Apa gaji dan tunjangan itu tidak cukup untuk Anda?" tanya jaksa. "Ya kalau dibilang cukup, ya cukup," jawab Setyabudi. Jawaban itu langsung disambut tawa hadirin persidangan.

Tak lama setelah dialog antara jaksa dan Setyabudi, Ketua Majelis Hakim Nurhakim pun menyela. "Bapak ini hakim tinggi ya. Pasti tahu kode etik. Kok semudah itu menjual harkat derajat sebagai hakim tinggi?" kecam Nurhakim. Dia juga meminta Setyabudi merenungkan kembali kode etik hakim.

"Paham kan isi yang terkandung dalam kode etik hakim? Tolong direnungkan, Pak," ujar Nurhakim sembari mengingatkan kode etik tersebut mencakup sikap jujur, adil, dan mandiri. "Ya, saya tahu aturan dan kode etik. Saya menyesal, ternyata yang saya lakukan ini berisiko," jawab Setyabudi atas kecaman Nurhakim.

Setyabudi adalah terdakwa kasus suap terkait penanganan perkara korupsi bantuan sosial Kota Bandung. Dalam persidangan yang sama, Setyabudi diminta konfirmasi tentang barang bukti yang didapatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dari ruang kerjanya pada Maret 2013.

Jaksa menyebutkan, ada temuan uang Rp 150 juta dalam pecahan Rp 100.000, Rp 350 juta dalam pecahan Rp 100.000, 75 dollar AS, serta Rp 279,9 juta dalam pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000. Juga, lanjut jaksa, ditemukan sejumlah uang dalam amplop di dalam sebuah tas coklat, yakni Rp 14 juta, Rp 15 juta, Rp 5 juta, dan Rp 6 juta.

"Apakah barang bukti ini betul?" tanya jaksa. "Ya betul," jawab Setyabudi. Menurut Setyabudi, uang itu berasal dari Dada Rosada yang saat itu masih menjadi Wali Kota Bandung. Selebihnya, kata Setyabudi, adalah uang "cendera mata" sewaktu dia bertugas di Tanjung Pinang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com