Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Rumah Kontrakan, Satpam Martin Perjuangkan Korban PHK

Kompas.com - 22/09/2013, 17:18 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Marten Boiliu, seorang petugas keamanan (satuan pengamanan/satpam), menang melawan negara di Mahkamah Konstitusi (MK). Bukan untuk dirinya sendiri, kemenangannya juga menjadi kemenangan ribuan buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa pesangon. Siapa sangka, perjuangannya dia lakukan seorang diri dari rumah kecil yang dikontraknya di Bekasi, Jawa Barat.

Perjuangan Marten dimulai ketika dia dan tidak kurang dari 3. 000 buruh PT Sandy Putra Makmur (SPM) di-PHK secara sepihak tanpa alasan dan tanpa pesangon pada 30 Juni 2009. Padahal, dia bekerja sejak 15 Mei 2002. "Selama itu saya dipekerjakan dengan sistem perjanjian kerja waktu tertentu (kerja kontrak).  Perjanjian itu diperpanjang terus. Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian itu maksimal tiga tahun," jelas Marten saat ditemui di kampusnya di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta Timur. Marten saat ini bekerja sambil kuliah hukum di UKI.

Berdasar UU Ketenagakerjaan, untuk pekerja dengan sistem perjanjian kerja waktu tidak tertentu, jika sudah bekerja melewati masa tiga tahun, pekerja harusnya sudah diangkat sebagai karyawan tetap.

Dengan status pegawai kontrak itu, Marten dan lebih dari 3.000 karyawan PT SPM yang dipekerjakan untuk PT Telekomunikasi (Telkom) Divisi Regional (Divre) 2 dipecat secara sepihak. Marten kemudian bekerja di PT Graha Sarana Duta, tetapi tetap menjadi satpam yang ditugaskan di PT Telkom.

Pada 2012, baru terpikir oleh pria kelahiran Soe, Nusa Tenggara Timur, itu untuk memperjuangkan hak pesangonnya dari PT SPM. "Tapi saya kan harus mempelajari dulu, jangan sampai perjuangan saya sia-sia," lanjutnya.

Pasalnya, kata dia, setelah mempelajari banyak kasus serupa bahkan hingga yang ditangani Mahkamah Agung (MA), pihak buruh selalu kalah.

Lagi pula, berdasarkan ketentuan Pasal 96 UU Ketenagakerjaan, masa kedaluwarsa tuntutan pembayaran upah pekerja atau buruh maksimal dua tahun jika terkena PHK. Marten tentu tidak ingin mengalami kekalahan yang sama dengan buruh-buruh lainnya. "Jadi, ketentuan Pasal 96 itu harus dibatalkan dulu. Karena ketentuan itu yang membuat gugatan para buruh ditolak di PHI (pengadilan hubungan industrial),"

Maka, bermodal nekat dan ilmu yang diperolehnya saat kuliah, lelaki kelahiran 1974 itu mengajukan judicial review (JR) ke MK agar para hakim membatalkan ketentuan Pasal 96 UU Ketenagakerjaan. Dengan didukung buku-buku hukum yang tidak banyak yang dia simpan di rumahnya di Jalan Selatan 8, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat, Marten menyusun gugatannya.

Dari rumah kontrakan berukuran sekitar 7 x 4 meter persegi itu dia susun strategi perjuangannya. Dari rumah itulah dia mendaftarkan gugatannya pada September 2012 lalu.

Lama waktu berlalu, tidak juga ada kabar soal gugatannya. "Saya sempat pesimistis. Di sisi lain, reaksi teman-teman juga beragam. Ada yang mendukung, tapi tidak sedikit yang pesimistis bahkan mencibir. Ya, apalah saya ini. Seorang mahasiswa yang bekerja sebagai satpam, berjuang sendiri tanpa didampingi advokat," katanya.

Marten memang tidak didampingi advokat. Ia mengaku hanya bermodal membaca buku dan pengalamannya beberapa kali mengadvokasi buruh. Ia sempat berkonsultasi dengan beberapa dosennya.

Dalam persidangan, Marten menghadirkan Mansyur Effendi dan Margarito Kamis sebagai ahli. Ia mengungkapkan, Mansyur berpendapat UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945. "Kalau mau adil dan pasti, selayaknya enam tahun baru kedaluwarsa," ungkap Marten menirukan keterangan Mansyur. Sedangkan Margarito berpendapat tidak perlu ada masa kedaluwarsa untuk pembayaran upah buruh yang di-PHK.

Marten mengaku tidak menyangka permohonannya akan dikabulkan sepenuhnya. "Saya berpikir, paling (banyak) dikabulkan sebagian. Tapi ternyata seperti mukjizat saja, hakim mengabulkan semua," tutur mahasiswa yang sedang menyusun skripsi untuk kelulusannya itu.

Kini, dengan bermodal putusan MK itu, dia ingin melanjutkan perjuangannya bersama 66 buruh lain di PHI Jakarta Pusat. "Agendanya penyerahan bukti tambahan dari tergugat dan penggugat. Putusan MK ini ingin saya jadikan bukti tambahan," jelas Marten.

Dia berharap, kemenangannya di MK bisa berbuah lebih manis lagi, yaitu kemenangannya di PHI melawan PT SPM yang ternyata sekarang mempekerjakannya juga. "Ya memang melawan perusahaan sendiri. Tapi saya harap dipisahkan, hukum ya hukum, perusahaan ya perusahaan," ujarnya. Sebagaimana ia percaya hakim-hakim di MK telah bertindak dengan benar dan adil, Marten percaya, hakim PHI pun akan memberi putusan yang benar dan adil baginya dan koleganya. "Semoga Oktober sudah diputuskan," harapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com