Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/09/2013, 15:00 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menyegerakan penahanan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek Hambalang setelah menerima hasil perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Pada Rabu (4/9/2013) siang ini, BPK menyerahkan hasil perhitungan kerugian negara tersebut kepada KPK.

"Dengan diterimanya laporan secara resmi dari perhitungan kerugian negara ini, kami akan percepat penyelesaian Hambalang termasuk pertanyaan soal kapan upaya paksa penahanan," kata Ketua KPK Abraham Samad, dalam jumpa pers bersama Ketua BPK Hadi Purnomo di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu.

TRIBUNNEWS/DANY PERMANA Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad
Abraham mengatakan, penahanan Andi akan dilakukan dalam beberapa hari ke depan. "Insya Allah dalam beberapa hari ke depan kita akan melakukan langkah-langkah lebih progresif termasuk penahanan," ungkapnya.

Selanjutnya, menurut Abraham, Deputi Penindakan KPK Warih Sadono akan berkoordinasi dengan pimpinan KPK untuk menentukan kapan Andi akan kembali dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka.

Seperti perlakuan KPK pada tersangka lainnya, lembaga antikorupsi itu akan menahan seseorang seusai pemeriksaan yang bersangkutan sebagai tersangka. Hingga siang ini, kata Abraham, belum ada surat panggilan pemeriksaan yang dikirimkan KPK kepada Andi.

"Hari ini belum dikirim, tapi kan masih ada Kamis, Jumat, karena ini kan baru diterima dari BPK, masih ada tiga hari dalam pekan ini," ujar Abraham.

"Insya Allah minggu depan Andi bisa akses informasi konkretnya apa yang terjadi," kata Abraham lagi.

Dia juga menegaskan, seseorang yang ditetapkan KPK sebagai tersangka pasti akan ditahan sesuai dengan ketentuan.

Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana olahraga Hambalang, KPK menetapkan Andi dan dua orang lainnya sebagai tersangka. Keduanya adalah Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga Deddy Kusdinar, dan mantan petinggi PT Adhi Karya Teuku Bagus Muhammad Noor.

KPK juga menetapkan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, sebagai tersangka. Namun, Anas dijerat dengan dugaan perbuatan korupsi yang berbeda, yakni menerima pemberian hadiah atau gratifikasi terkait proyek Hambalang.

Sejauh ini, baru Deddy yang ditahan KPK. Lembaga antikorupsi itu kerap beralasan belum menahan semua tersangka karena terkendala perhitungan kerugian negara yang belum diserahkan BPK kepada KPK. Kini, setelah menerima hasil perhitungan kerugian negara dari BPK, KPK akan melakukan penahanan yang disesuaikan dengan urutan penetapan tersangka.

"Kita taat asas, berdasarkan urutan-urutannya. Anda sudah tahu kita akan memanggil mantan Menpora, Andi Mallarangeng, lebih dulu," ujar Abraham.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com